Entri Populer

Selasa, 02 November 2010

rapat ampe takbir ampe ngambil kayu.

sebenarnya sama sekali tak ada yg mendalangi. Mbok Nah sempat tergagap sebelum terucap sebuah jawaban yang ngawur."orang-orang china" "Kenapa Sampeyan mau diperbudak?" Karena ketidak adilan" Jawab Mbok Nah sekenanya. Ketidak adilan seperti apa?" Timpalnya dengan wajah geram dan matanya melotot. "Aku tidak tahu". Lelaki tua yang tinggi seperti tiang listrik itu diam sejenak, lalu bertanya lagi. Sampeyan menempelkan tulisan ini kekelurahan sendirian, bukan?" Dahinya berkerut. Sementara Mbok Nah sendiri diam, tak ada jawaban. Nafasnya tiba-tiba serasa sesak. Kedua mulutnya seolah terkunci, sekujur tubuhnya mendadak dingin, kehilangan daya tahan tubuh. Seperi seorang prajurit yang terpojok, dikepung oleh segerombolan musuh-musuhnya. Ia hanyalah seorang perempuan rapuh termakan usia ibarat pohon pisang, remah. Sebentuk pohon pisang kering ditengah-tengah gurun pasir, sekali di terpa angin akan rubuh seketika. Perempuan, sebuah maha karya sebentuk estetika dari tuhan penjelmaan dari iga seorang Adam yang tipis dan bengkok. Sekali di luruskan ia akan patah, rapuh. Ia hanya bisa di luruskan dengan keris, keris estetika. Berlandaskan nilai sebuah rasa peri kemanusiaan. Yaitu pedang perasaan. Meski menghadapi manusia-manusia konyol, Ia sendiri merasa kuat untuk menghadapi sebuah kenyataan. Tapi ia sendiri tak kuasa melawan keadaan dan menghindari satu kenyataan. Bahwa sebenarnya ia juga rapuh. "Dibayar berapa Sampeyan melakukan semua ini?" Sambungnya. "Aku tidak dibayar dan tak ingin di bayar. Uang dan perhiasanku sudah lebih dari cukup untuk membiayaiku seumur hidup." Yo wis kalau begitu, Sampeyan disini dulu, menunggu kebijakan dari pak Lurah. Dua orang itupun pergi meninggalkan ruangan, lalu menutup pintu dari luar dan menguncinya rapat-rapat.. )Tiada kepastian sampai kapan kebijakan itu selesai di buat. Berjam-jam menunggu sebuah jawaban tanpa kepastian. )Seperti menantikan sebuah pencarian sebutir garam di tengah-tengah lautan. Menunggu dan menunggu dengan harap-harap cemas, dalam kisaran waktu yang terus berlalu. Dari bibirnya yang kering mengeriput tak henti-hentinya melafadkan kalimah istigfar, satu bentuk perwujudan existensi pengakuan diri, sebagai bagian dari mahallul khoto' wannisyan. Seorang manusia yang takkan kuasa menghindari kesalahan dan kekhilafan.. )jenuh, bosan berselimut takut membaur menjadi satu. Qohar merengek,meminta agar dirinya segera di pulangkan, kedua matanya berkaca-kaca namun akhirnya ia bisa memahami setelah neneknya memberikn sebuah isyarat. Sesenggukan tangis kecil mengisi kesunyian. Karena terlalu lama menangis, akhirnya terhenti pada satu titik kelemahan. Kekuatan dalam diri seperti menghilang, seiring perlahan terkurasnya airmata. Lambat laun air mata yang membasahi kedua pipinya yang putih bersih mengering. Tanpa disadari, ia lalu tertidur di pelukan neneknya. )Allahu akbar Allahu akbar.... Terdengar alunan suara adzan Ashar. Adzan yang senantiasa mengawal perputaran matahari dan rembulan serta jutaan planet-planet diangkasa raya hingga akhir zaman itu menyentakkan bathin Mbok Nah. Waktu shalat dhuhur telah berlalu, berganti waktu ashar. Waktu dimana matahari mulai condong kearah barat. Belum sempat menjalankan shalat dhuhur, kini telah berganti saatnya shalat ashar. Shalat, satu bentuk persembahan baginya, satu bentuk rasa terima kasihnya telah ia abaikan. Ia merasa telah berhutang kepada sang khalik. Karena hingga detik ini, ia masih bisa mengecap kehidupan. Merasakan nikmatnya umur panjang, masih bisa bernafas sepuasnya tanpa harus mengeluarkn gemerincing rupiah. Ia diberi ujian hidup karena itu adalah satu bukti dari kecintaannya. Tapi semua itu belum bisa ia balas walau hanya berkorban beberapa menit lamanya, mendirikan tiang agama berupa shalat. )Ia hanya bisa berdzikir, melafadzkan asma-asma nya yang mampu menyejukkan kalbu kala di dera seribu permasalahan. Kepada Tuhan, ia mengadu. Ya Allah. Sekiranya engkau buka mata hati mereka. Engkau lunakkan dan bersihkan hatinya. Niscaya akan kutambah ketaatanku padamu Ya Rabb. Qohar terbangun dari tidurnya, ia kebelet ingin kencing. Tanpa pikir panjang Mbok Nah mengambil plastik bekas yang terserak di lantai untuk menampung air seninya. Lalu menaruhnya di dalam laci di sebuah meja yang telah lusuh oleh debu yang menumpuk. Senyumpun mengembang menghiasi wajah dua insan yang terpaut puluhan tahun lamanya. Mereka terhibur sejenak oleh ulahnya sendiri. Selang beberapa menit setelah terdengar iqamah shalat ashar di kumandangkan Mbok Nah dan Qohar di keluarkan dari ruangan yang pengap.lebih bersih dan terawat dari kandang sapi. Diluar ternyata lengang, berselimut sepi. Tak seperti apa yang terbayang di benaknya. Di luar hanya tinggal beberapa orang yang masih setia menunggui bale desa. Dengan nada kecut, salah seorang perangkat desa itupun mempersilahkan pulang. Mbah !berdasarkan kebijakan dari pak Lurah dan semua perangkat desa. Setelah di musyawarahkan dengan matang-matang sampean sudah terbukti melakukan banyak kesalahan. Tapi karena adanya kemurahan dari pak lurah sampeyan sekarang sudah di perbolehkn pulang, dengan catatan jangan mengumbar permasalahn ini ke masyarakat, apalagi melaporkan peristiwa ini ke kepolisian. Kalo sampai masalah ini di ketahui oleh polisi maka rumah tanah sampeyan akan habis untuk membiyai masalah ini. Perlu sampeyan tahu, kemarin di desa tetangga. Seorang ibu muda kehilangan rumah, tanah dan tambak ikannya hanya karena untuk membiayai pengadilan. Di sepanjang perjalanan pulang, tak henti-hentinya terucap rasa syukur ke hadirat Ilahi. Dipeluknya tubuh cucu satu-satunya erat-erat lalu menciumi wajahnya yang sendu dengan berurai air mata. Ia pulang dengan membawa serpihan semangat dan secercah asa yang tersisa." Maknyak kan tidak salah. kenapa orang-orang di balai desa bilang maknyak itu bersalah? Tanyanya penuh slidik. "Sudah, sudah jangan diingat-ingat" Larangnya, berusaha untuk melupakan peristiwa barusan. "Kenapa sampai di hukum di kamar, terus di kunci?" Qohar makin bertambah penasaran dan ingin tahu duduk perkaranya. "Biarlah, Allah nanti yang akan membalas" Maknyak tidak salah kan?" Rasa keingintahuannya seakan tak bisa di bendung lagi. "Qohar! kamu makan tidak cukup hanya dengan nasi dan sambel, masih perlu lauk yang lain kaan?. Ujarnya bermetafor.Qohar mengangguk sambil tersenyum. Kita hidup di dunia jangan hanya memandang salah dan benar. hitam dan putih. Jadilah engkau cucu yang baik, yang bisa kuandalkan kelak. Jangan terbiasa memandang hidup ini antara salah dan benarnya. Apabila kau melihat seseorang yang berbuat kemungkaran dan maksiat, belum tentu orang itu salah atau benar. Kita harus terlebih dahulu memahami latar belakang seseorang melakukan semua itu, dan juga tahu persis apa maksud dan tujuannya. Jangan pernah kamu bertindak gegabah, lantas menghakimi, itu berarti kamu mengabaikan tuhanmu dengan berbuat sewenang-wenang sama halnya bertindak sebagai Tuhan. Dan lebih dari itu, artinya merebut hak-hak tuhan. Jadilah engkau manusia sederhana, berada di jalur tengah. Cintai semua orang, semua manusia, semua mahluk Tuhan. Bahkan kalau perlu, cintai orang-orang kafir seperti nabi Muhammad mencintai pamannya Abu thalib. Bahkan orang-orang yahudi sekalipun. Meski mereka telah di nash dalam kitab sebagai kaum pemberontak. Begitulah pesan dari kh. Idris. Sampai dirumah, Mbok Nah langsung mengambil beras lalu mencucinya. sore itu ia merebus air dan menanak nasi. Kemudian mengambil air wudhu dan mendirikan shalat ashar. Qohar tak diperintahkan utk mendirikan shalat, ia hanya di suruh belanja keperluan dapur ke rumah bu maryam. Selesai shalat lalu ke dapur, menyiapkan lauk pauk untuk makan malam. Ketika hendak mengambil nasi dari periuk tiba-tiba tubuhnya lemas. Ia pun terduduk lunglai di atas kursi kecil di depan tungku. Sekujur tubuhnya menggigil kedinginan meski di dekat tungku perapian yang masih membara. bara api yang masih membara itu agaknya tak mampu menghangatkan tubuhnya yang di landa kedinginan, lahir dan bathin. Sementara di kepalanya mulai terasa pusing, panas demam, di sertai ngilu di kedua lututnya. Ia menyangka, mungkin dirinya hanya masuk angin. Ia lalu beranjak ke tempat tidur kemudian menyuruh qohar ngerokin punggungnya. Hingga beberapa menit setelah di kerokin punggungnya, tak di rasakan perubahan yang berarti. Sekujur tubuhnya semakin terasa bertambah panas, kepalanya serasa berat. hanya bisa tergolek lemas di pembaringan. "Qohar!" Panggilnya dengan suara lirih."Ya Maknyak!" Nasinya kalo sudah matang, pindahkan ke bakul".ya".Ia dan neneknya menahan lapar sejak masih di balai desa. Qohar sore itu makan dengan lahapnya, dengan lauk seadanya. Kesederhanan hidup yang ditanamkan Mbok Nah kepadanya, pelan dan pasti telah mengakar pada dirinya. )tak lupa setelah makan ia suapi neneknya. Namun hanya satu dua suapan yang sanggup memasuki kerongkongannya. Lambungnya yang terasa perih dan melilit. Selebihnya di geleng-gelengkan kepalanya, karena tak sanggup lagi menelan walau hanya sesuap nasi. Mulutnya terasa pahit, makanan yang telah tercecap di lidah serasa seperti racun. seakan-akan jasadnya tak mampu lagi menyokong kegetiran hidup. Begitu berat permasalahan hidup yang ditanggungnya hingga hilang gairah, semangat hidupnya serasa memudar bagai kapas di hempas angin. Ia tak lagi doyan makan meski telah berusaha untuk menelannya. Namun tetap saja serasa mau muntah. Masih teringt segar dalam ingatan, kiamat kecil di balai desa. Trauma, pikirannya terus di hantui rasa takut, tak lekang dari ingatannya, bagaimana dirinya di cerca pertanyaan oleh empat orang yang seolah-olah hendak menerkamnya. Di lecehkan seperti anak kecil, dan di sekap dalam ruangan kosong yang lebih pengap dan kotor dari kandang sapi. Seumur hidup, baru kali ini ia mengalami nasib yang amat perih. Di banding ujian-ujian hidup yang sebelumnya. Kini dirinya seperti mendiami jiwa yang kosong, menyelami ruang hampa dan melangkah tanpa arah. Dunia tak lagi menampakkan warna. Dan hanya satu yang senantiasa merapat di kepalanya. Yaitu rasa takut.. Keimanan di dadanya serasa runtuh, lalu menjauh dari dalam dirinya. Peristiwa di balai desa membuatnya sakit lahir dan bathin. Iaseperti tak mampu lagi menahan beban pikiran yang menderanya. )Malam itu Qohar tidur disampingnya,menemani tidur sambil memijiti kaki dan tangannya. Pijatan Qohar yang lembut tak mampu mengobati kegundahan hatinya. Kedua bola matanya yang sayu membiru sulit terpejam, meski telah berusaha ia pejamkan. Ia hanya pura-pura tertidur kala Qohar memijitinya. Sampai akhirnya Qohar tertidur pulas disampingnya. Di tengah malam kedua bola matanya masih liar dan sulit untuk di takhlukkan. mata sebagai cerminan jiwa, penyibak sebuah rahasia, pembuka tabir yang terangkum dalam kalbu. seakan ikut merasakan beban pikiran yang terlampau jauh bersarang di kepalanya. Semua itu tak mudah untuk di lupakan. Sesakit dan seberat apapun permasalahan hidup yang melilitnya. Seringkali dengan mudahnya terlupakan, paling jauh permasalahan itu hilang setelah bangun tidur. Tapi kali ini tidak, belenggu terus membayangi jalan pikrannya. hingga fajar menyingsing mb tak bisa tidur.dg nafas tersengal2 ia mencoba utk mengingt kalimah tuhan. ia sebut asma2allah.qoh har bangun har mb membangunkan sambil membelai keningnya.qohar terbangun dari tidurnya.di rabanya jari jemari dikedua tangannya teras panas.kedua tangan mak panas sekali maknyak tdk apa2kan.aku tak apa2tapi )aku takut kalau suatu saat jal menjemputku..maka dari itu jangan kau hiraukan. cepat ambil air wudzu dan laksanakan shalat.ya mk.selesai sholt tak lupa ia panjtkn doa sebisanya meminta dan mengharapkan kesembuhan neneknya. qohar kamu sudah shalat. sudah.sekarang buka pintu dan jendela dapur beri makan ayam2nya dan jangan lupa beri makan kura2mu.setelah itu nenek buatkan bubur..tanpa menunggu komando, berlandaskan keprihatinan qoh dg cekatan membuka pintu dan jendela lalu memberi makan ayam dan kura2nya kemudian ia mulai mengumpulkan bahan2utk membuat bubur.makn kelapanya habis?masih satu butir di dlm ember.ya.persedian kayu di dapur tjnggal sedikit hanya beberapa ranting.ialalu kebelakang rumah mengambil kayu bakar.di belakang rumah ia tertegun menerawang ke tas pucuk ranting pohon bambu yang menaungi rumahnya. ia mulai khawtir dg kesehatan neneknya yg tak kunjg sembuh di tambh lagi keadannya yang sudah tdk sanggup lagi menelan nasi dlm bentuk utuh. jalan satu2nya adl dg mengolah mjd bubur nasi. sehingga memudahkannya utk bisa di telan.krn bentuknya yg lebih lembut. setelah orang yang senantiasa mencurahkan kasih sayang secara tulus pdnya kini keadaannya terpuruk, tak berdaya. ia jadi lebih menyadari, memahami arti hadirnya seorg nenek baginya.yang selalu setia dg tulus dan pneuh kesabaran merawat, mendidik dan membesarkannya. )seandainya semenjak dilahirkan tak ada org yang sudi merawatnya. akan mjd apa dirinya kelak.atas semua kebaikannya ia berjanji kpd diri sendiri kan merawat neneknya dg segenap tenaga dan kemampuannya.ia ingn membalas ketulusannya yg selama ini di curahkan hanya kpd dirinya.tak ingn berlarut2 dalam kesedihan dg cekatan diambilnya kayu satu persatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar anda sangat berarti bagiku.meski kau hina sekalipun