Kesepakatan hitam di atas putih diantara ketiga belah pihak telah di buat. Semua berkas surat-surat penting dan kartu pajak telah terkumpul. Semua telah clear. Tinggal mengurus kepemilikan tanah dan surat-surat perijinan lainnya ke kelurahan. Pak Amin menyingkap lengan baju, lalu memelototi jam tangan di pergelangan tangan kirinya, sembari mengerutkan dahi, seperti para pebisnis lainnnya, yang sangat menghormati arti sebuah waktu."Bagaimana proses selanjutnya?apa sudah bisa di bukukan?""Biasanya kalau berkas-berkas sudah lengkap dilakukan serah terima dahulu di kelurahan atau dirumah Pak Lurah baru kemudian di bukukan. Atau bisa juga di rumah Pak Carik"."Sutiyem kemarin sore ngomong, katanya sekarang ada peraturan baru. Serah terima harus di rumah Pak Carik sekaligus langsung bisa di bukukan. Sekalian bawa saksi-saksi"."Berapa kira-kira saksi yang di perlukan?" Tanya Pak Amin."Nggak banyak Pak, biasanya ya dari pihak pembeli dua orang, dan pihak penjual juga dua orang, itu saja sudah cukup.""Ya sudah! klo begitu, kita bisa ke rumah Pak Carik sekarang?""Ya Pak. Biar semua cepat kelar". Aku ikut apa tidak?" Tanya Mbok Nah. "Yo ikut too nanti jadi saksinya" Lha Cucuku bagaimana? "Lha wong biasane yo ditinggal ke sawah kok. "Ikut juga tak apa, tak ada yang ngelarang kok!" Merekapun berangkat menuju kerumah Pak Carik dengan mengendarai mobil mercy yang di kemudikan Pak Amin. Di dalam mobil meski jalanan terjal dan berliku mereka tak bisa menyembunyikan kegembiraannya karena seumur-umur mereka belum pernah menaiki mobil semewah itu.Toh kalaupun pernah, sepuluh tahun sekali belum tentu kenangan manis itu terulang. Sehingga wajar bila Mbok Nah tak tega melihat Qohar sendirian di rumah, sementara dirinya pergi menikmati ladzatnya dunia dengan menaiki mobil mercy."Kalo kayak gini setiap hari yo enak ya?" Ikut Pak Amin saja, biar nanti bisa naik setiap hari" Trus mangan opo kalo ndak kerjo. "Yo mangan kacane""Walah sampeyan iku lho kelihatan ndeso""Pancen aku wong ndeso, Apa kamu kelihatan orang kota?. "Aku sih bukan orang kota. Tapi walaupun bukan orang kota, tapi aku kan kotangan"kotangan kok di bilangin ke orang-orang." dassar ndesoooo."Lha kamu malah katro, pake sendal kok kebalik. "Yo wis ben.""Pancen nyaman yo naik mobil alus, adem lagi."Memang nyaman." Bukan nyaman, tapi nyuaman!"Tanpa terasa Mbok Nah dan rombongan sampai di rumah Pak Carik. Mobilnya hanya boleh diparkir di pintu gerbang.Oleh tukang kebun, tak di ijinkan mobil masuk ke dalam. Karena masih dalam tahap pembangunan. Di dalam telah ada empat orang pekerja yang tengah mengerjakan pemasangn paving. Memasuki halaman rumahnya yang luas, dipenuhi dengan kandang dan kerangkeng berjeruji besi, berisi burung-burung langka dan binatang-binatang aneh. halaman rumhnya yang luas, hanya di isi dua buah pohon cemara. Sekawanan kera yang menghuni kerangkeng besi tampak kepanasan. Burung-burung dan hewan langka lainnya terlihat mondar-mandir seperti tengah kelaparan. Sekumpulan tupai bersama kancil dijadikan satu kandang berukuran dua kali dua meter, tampak sayu berkerumun di bawah tumpukan rumput kering dan kulit pisang tak pedulikan lagi keduanya dari spesies yang berbeda. menjadi sebuah gambaran, di hari akhir nanti. Diantara manusia satu sama lain tak lagi mengenal. Tinggallah satu misi yang paling utama. Menyelamatkan diri sendiri dari adzab dan siksa yang pedih. Beberapa ekor penyu, spesies langka,binatang, tampak bolak-balik nyemplung ke dasar air yang dangkal. Tak ada langit-langit sejengkalpun yang menaunginya. Miris melihat mahluk-mahluk Tuhan yang tidak berakal itu dalam mengisi kehidupannya. Merana diantara nafsu keserakahan dan kepongahan manusia. Memprihatinkan, jauh dari kesan teduh dan nyaman."Silahkan masuk!". Sapa seorang wanita tua yang juga hendak masuk kerumah, sambil menenteng sekeranjang barang belanja. Begitu mamasuki rumah mereka tertahan di teras depan. Menunggu tuan rumah mempersilahkan masuk terlebih dahulu. Cukup lama berdiri. Kemudian muncul dari balik pintu, seorang perempuan muda yang tengah mengandung. Seperti yang di ketahui, dari kabar yang beredar selama ini di masyarakat. Pak Carik telah menghamili seorang janda muda beranak satu. Sedang Pak Carik sendiri telah berkeluarga dan telah dikaruniai tiga orang anak, yang kini telah beranjak dewasa. Perempuan yang tengah mengandung itu menjadi misteri dengan statusnya yang masih belum jelas. Menambah pekerjaan orang-orang kampung untuk terus bergunjing serta menempatkan objeknya sebagai artis ndeso. "Eeee ada tamu. monggo silahkan duduk." Ucapnya berbasa-basi." Ada perlu sama Pak Carik?"."Ya neng"." Bapak masih di kebun, tadi pagi bawa bibit mahoni dari kelurahan kemarin. Sayang kalau nggak di tanam. Mungkin Bapak sebentar lagi datang. Saya istri barunya tidak tau apa-apa hanya disuruh jaga rumah". Akunya. Sebuah pengakuan yang mampu sejukkan keadaan. Mengunci rapat-rapat sebuah tanda tanya, yang terkadang mengusik sebuah ketenangan. Menyapih akan fitnah dan memutus tali prasangka. Hanya beberapa menit kemudian keluar hidangan. Senampan teh hangat dan beberapa cemilan dalam toples. Pak Carik belum juga datang, Ada lagi seorang tamu, perempuan tengah baya. Tukang jahit pesanan. Menenteng dua buah pakaian. Mencari Bu Carik. "Bu Cariknya ada? "Lagi pergi ke rumah saudara perempuannya. Katanya lagi ada acara mitoni. "Ya sudah. Ini tolong nanti berikan sama Bu Carik, terus bilang. Uangnya sudah pas. Itu saja." Aku pamit dulu". "Ya terimakasih. "sama-sama". Pak Carik pulang dengan mengendarai colt bersama seorang anak laki-laki. "Walah ada tamu rupanya. Tunggu sebentar ya?. pintanya sambil bersalaman." Aku tak salin dulu habis nganter bibit mahoni, masih belepotan. Silahkan di minum dulu tehnya. Pak carik masuk ke dalam rumah. lalu kemudian keluar menemui para tamu. Belum sempat Mbok Nah mengutarakan maksud kedatangan rombongannya. Datang lagi dua orang, sepasang suami istri. Tanpa basa-basi. Mereka mempertanyakan kejelasan status tanah mereka yang baru di belinya setahun yang lalu. Hingga kini belum juga di bukukan. Sementara kartu pajak masih mengatasnamakan pihak penjual. Dengan santainya Pak Carik mampu meredam keadaan. Di suruhnya tamu itu menunggu proses dua bulan lagi. karena dua bulan lagi akan ada pengukuran massal dan pembukuan tanah. Pak Carik lalu menawarkan dua pilihan. Pertama menunggu dua bulan dengan biaya standar atau dalam minggu ini. Tetapi dengan biaya yang lumayan tinggi karena diluar ketentuan. Juga karena untuk biaya warawiri ke kecamatan lalu ke kabupaten. Karena tak ingin terlalu lama menunggu tanpa suatu kepastian. Sepasang suami istri itu memilih pilihan yang kedua. Tak ada yang menginginkan suatu urusan atau permasalahan yang tak berujung. Berlarut-larut dalam dimensi waktu yang tak berkesudahan. Meski dengan jalan berkelok, acapkali menjadi pilihan. Dari pada harus menanti sesuatu yang tidak pasti. Tak ingin menunggu proses terlalu lama seperti yang sudah-sudah. Kepada Mbok Nah, Pak Amin mengutarakan keinginannya, mengurus kepemilikan tanah dengan cara yang secepatnya. Seperti halnya dua orang itu meski dengan cara mengeluarkan biaya yang berlipat. Sebagai orang tua yang tak tau duduk perkaranya Ia hanya bisa mengiyakan. Meski hatinya nggerundel, batinnya berkecamuk. Ingin rasanya protes, mempertanyakan tata cara yang terkesan di persulit tetapi apa boleh buat. Orang kecil macam Mbok Nah hanya bisa pasrah dengan kenyataan. Hanya bagi orang yang kurang mampu. Memilih harga standar tetapi memakan waktu lama. Dari pada harus dengan proses cepat tetapi dengan biaya berlipat..
bSelama berabad-abad Bangsa ini pernah di jajah, dan kini telah merdeka, walau hanya formalitas belaka. Kemerdekaan itu bagi orang-orang pinggiran, kaum marjinal. Masih sebatas hanya dalam dunia mimpi.Bangsa ini tak akan lekang oleh penjajahan, penjajahan oleh sebangsanya sendiri. Para penjajah merancang undang-undang yang sekiranya bisa di langgarnya.Satu bentuk penjajahan yang mengusik ketenangan Mbok Nah adalah adanya peraturan yang di kotak-kotakkan, Sengaja dibuat rumit oleh pihak pemerintah Desa, mengurus suatu permasalahan bisa dengan jalur cepat bagi orang-orang berduit dan jalur lambat bagi orang-orang yang tidak mampu. Serta proseduralnya yang di persulit.Semua itu bisa di permudah. Tapi entah kenapa semua urusan yang bernilai sepele itu di buat sulit dan sengaja menyulapnya menjadi mesin rupiah.. Meski telah renta di makan usia, Mbok Nah tak habis semangat juangnya. Muncul benih-benih perjuangan untuk menguak ketidak adilan, ghirah itu semakin berkobar di dadanya.Tak tau harus bagaimana. bukan berarti habis akal. ia berusaha mencari jalan keluar meski itu jalan konyol. Ia tak habis pikir. Mengapa orang-orang yang mengaku mendedikasikan dirinya sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat desa. Justru bermain topeng, dan mempermainkan jati dirinya. Untuk apa semua itu?. Tak bisakah mereka hargai orang-orang terdahulu di dalam merebut kemerdekaan. Mereka relakan jasadnya menjadi korban keganasan perang. Harus membayar dengan bentangan jutaan mayat, harus merelakan ceceran darah di sepanjang jalan sebagai tumbal kemerdekaan.Dalam kemelut galau di hatinya, Mbok Nah pergi ke rumah Mbok Karmini, adik dari suaminya, kang karta. Ia mencari keponakannya, Mansur. Setahun lalu Mansur telah merampungkan studynya. Anak bungsu dari Mbok Karmini itu kini melanjutkan sekolahnya di TBS Kudus dengan beasiswa penuh dari pemerintah."Mini....?""Ya Mbakyu ada apa?""Nyari Mansur, dimana dia sekarang?""Lagi ngirim Pakne ke sawah.""Nanti suruh ke rumahku ya?""Ada apa?""Ada kejutan dan makan enak.""Tenane? yo wis nanti tak suruh ke rumahmu." Tak lama kemudian, mansur datang menyambangi rumah Mbok Nah. Di teras hanya ada Qohar yang tengah asyik bermain dengan kura-kuranya."Qohar! simbahmu di mana?.""Di dapur lagi masak." Tanpa di perintah, kemudian Qohar segera berlari menuju dapur."Maknyak ada paklek mansur." "Ya. Suruh masuk. Aku tak cuci tangan dulu."Di kesempatan yang sempit, di saat Qohar pergi ke dapur. Mansur dengan cekatan mengerjainya. Di ambilnya kura-kura dan memasukkannya ke dalam kantong celananya. "Silahkan masuk paklek?"Lalu Qohar kembali ke teras. Kaget. Kura-kuranya tak ada di dalam ember. Di longoknya setiap sudut kayu bakar di samping rumah, di bawah kursi. Tak juga di dapatinya. Wajah Qohar terlihat semakin memerah, tak dapat di sembunyikan lagi Ia bingung harus mencari kemana.Segala arah dan tempat telah di perhatikan dengan seksama. Namun tak juga di temukan kura-kura kesayangannya."Kura-kuraku kemana?". pikirnya dalam hati. Lalu menanyakannya pada pakleknya. "Paklek tau, dimana kura-kuraku ?.""Kau tanya Aku. Aku tanya siapa?"timpal Mansur balik bertanya."Maknyak. Kura-kuraku hilang, Tolong carikan maknyak." teriaknya dengan suara parau.Waktu berlalu terasa seperti kilatan petir. Terasa cepat, dunia berdzikr kepada sang khalik. Siang berganti malam dan seterusnya. Hingga sandiwara ini usai. Para penghuni di dalamnya kian terlena, meski bukti kekuasannya kian kentara terasa. Seakan pupus semua tabir yang ada. Tinggallah bukti nyata yang selalu hadir di tengah-tengah kebimbangan. Namun terkadang, itu semua datang tanpa disadari dan di tafakuri.Esok harinya pak RT datang ke rumah menemui Mbok Nah. Ia menyodorkan sepucuk surat berisi pemanggilan dirinya dari kelurahan. Dengan diringi pertanyaan sengit dari Pak RT."Mbok! Sampeyan wingi ke kelurahan iku ngopo?kok kabare jare gawe ele'e Deso. Wes tuo mbok yao ngilingi tuane. Di akeh-akehno olehe ngaji. Ora soyo di tambah ngajine, kok malah ele'e seng soyo ndadi.Ngisin-ngisini kampunge dewe.""Opo Aku wingi wudo ning tengah ndalan, kok ngisin-ngisini.""Ambuh pikiren dewe!""Oooo sontoloyo!" Selama ini Ia merasa apa yang telah di lakukannya adalah haq. Sekedar ingin mengingatkan para perangkat Desa. Bahwa kedzaliman sebenarnya tidaklah pantas sebagai pakaian manusia. Tak tau pasti untuk apa dirinya di undang ke Balai Desa Pak RT hanya menyodorkan sepucuk surat undangan, tanpa memberi tahu lebih jelas, ihwal undangan itu berisi apa. Dari wajahnya hanya terlihat semburat wajah sinis dan kecut. Pak RT hanya berkelakar dan menyuruhnya ke Kelurahan besok pagi.. Tak ingin di cap sebagai Warga Negara yang membangkang atau mungkin penghiahat Bangsa. Ia penuhi undangan ke Kelurahan. Tak ada yang di risaukan, tak ada sesuatu hal yang ganjil atau firasat apapun. Tapi pagi itu Qohar seperti tidak merelakan kepergian neneknya ke Kelurahan. Dari kedua bola matanya, menetes perlahan bulir-bulir air mata. Seakan bocah kecil itu tau, apa yang akan terjadi nanti. Seketika itu juga Qohar meratap, menangis meminta agar dirinya di ijinkan ikut ke Kelurahan. Dengan berat hati Neneknya mengijinkan Qohar ikut ke Kelurahan. Di sepanjang jalan Ia ceritakan tentang kepahlawanan seorang wanita, Ratu Kalinyamat. Bagi anak muda, jarak enam kilo meter tidaklah terlalu jauh untuk di tempuh. Tapi bagi seorang nenek renta, yang telah berusia kepala tujuh, jarak enam kilo meter itu terasa berlipat-lipat jauhnya. Apalagi jalanan berliku dan naik turun. Dua kilo meter jalanan telah di tempuh Mbok Nah sudah mulai letih. Keringat-keringatnya yang seukuran biji jagung mulai menampakkan diri. Separuh baju di punggungnya mulai basah oleh biang keringat. Tapi Qohar masih menikmati perjalanan. Di sa'at rasa letih kian menyerang ada sebuah bangku kayu di pinggir jalan, tempat nongkrong anak-anak muda, kosong tak berpenghuni, Suatu kebetulan. Lumayan, Mbok Nah dan Qohar bisa istirahat sebentar, Duduk selonjor diatas bangku lalu mengeluarkan sebotol minuman dari balik selendangnya."Alhamdulillah". kamu tidak minum?. nggak nyak!".kembali perjalanan di lanjutkan. Belum sampai setengah perjalanan pikirannya mulai di hantui rasa khawatr. Ia renungkan apa yang akan terjadi nanti pada dirinya. Akankah orang-orang lingkaran Kelurahan tega menganiaya dan mendzalimi seorang perempuan tua nan lemah seperti dirinya?. Hanya pasrah kepada tuhan yang bisa Ia lakukan. "Yaa Allah ya tuhanku. Mati hidupku adalah hak Mu. Apa yang akan terjadi nanti semoga Aku bisa terima. Aku pasrah.pintanya dalam hati.Di depan balai Desa telah berjajar puluhan sepeda motor, sepeda pedal hanya terhitung dengan hitungan jari. Rupanya seluruh ketua RT/RW dan semua perangkat desa juga di undang, mereka telah hadir menunggu kedatangannya. Memasuki serambi/halm Balai Desa tanpa sepatah katapun basa-basi yang mereka ucapkan. Sekali, sapaan itu terdengar serasa menyayat hati, dan menggores leher. "Jadi ini rupanya, orang yang telah mempermalukan Desa kita.". ucap pak Carik, nerocos begitu saja. "Dulu aku di ajari falsafah hidup darinya. Tapi setelah tau sifat aslinya, Aku sudah tidak percaya lagi dengan kata-kata maupun petuahnya." Celetuk pak Marzuki, yang tengah menjabat sebagai Modin Desa, tetangga sawah. Emosi perempuan tua itu tertahan ia terima kesumat-kesumat yang di muntahkan begitu saja. Tak terpancing sama sekali. Tak sepatah kata yang terucap walau hakikatnya hati dan perasaannya seperti tersambar petir. Salah seorang perangkat desa, masih muda dengan gayanya yang di buat-buat. Mempersilahkan duduk terlebih dahulu."Monggo mbah. duduk dulu. Pak Lurah masih melayani banyak orang . Seorang perangkat desa yang masih muda itu mengelu-elukan kesibukan pak lurah. pada hal mbok Nah tau sendiri dan telah menjadi rahasia umum. Jika pelayanan di balai desa tak pernah genap setengah hari. karena minimnya orang-orang yang berurusan dengan balai desa. mereka enggan mengurus surat-surat ke balai desa karena urusannya bisa tambah runyam dan terkesan berbelit-belit. Masyarakat lebih memilih jalur instan dari pada harus warawiri ke balai desa dan ke kecamatan itupun urusan belum tentu kelar dalam sehari dua hari tapi bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan. jarang sekali penduduk desa yang membuat ktp. dalam sehari pihak bale desa melayani puluhan orang itu bararti telah mencapai rekor tersendiri. "Mbah!perlu saya beri tahu yaa? bahwa setiap ada masalah maupun keperluan warga. Pihak pemerintah Desa selalu mempermudah urusan, bahkan kalau perlu sampai tengah malam sekalipun.24 jam nonstop melayani dengan sepenuh hati. Mbah kalau nggak setuju dengan program-program Desa. bilang saja langsung pada pak carik.jangan nulis seperti itu.kan malah tambah ruwet urusannya. tak ada jawaban dari kedua bibirnya yang kelu seperti kehabisan pasokan darah. darah yang semula mengalir deras dengan detak jantung yang gelagapan seolah terhenti.tangan dan kakinya berkeringat dingin. hati. hanya didalam hatinya ia berdialog dengan Tuhan, memohon ampun dan pertolongan darinya. sementara cucu satu-satunya semakin merapatkan gayutan di ujung selendangnya. wujud dari sebuah kekhawatiran. seperti dua sisi mata uang keterikatan batin antara qohar dan neneknya. melihat neneknya diperlakukan kasar oleh orang-orang yang tak begitu di kenalnya. tak kuasa ia sembunyikn kepedihan batin ada semacam weruh sedurunge winara. tau apa yang tersimpan di benak neneknya.tapi ia hanyalah seorang bocah dengan dunianya yang teduh, jernih tanpa keserakahan nafsu dan birahi.diam hanya bsa diam dihantui rasatakut, diliputi tanda tanya besar.atas ucapan dan gelagat kasar sebagian perangkat desa kepada neneknya. pelan dan pasti di kedua pipinya yang putih bersih basah oleh air mata. suasana hening diliputi pasang-pasang mata yang kosong terisi nafsu dan keberingasan.semakin terlihat jelas topeng-topeng diwajah sebagian perangkat desa yang awalnya memandang biasa mendadak terlihat geram, beringas dengan tatapan mata seolah berwarna merah darah.darah memenuhi bola matanya dan menjelma menjadi iblis.tiba waktunya mbok Nah dipanggil pak lurah.didalam telah berjajar empat orang , berdiri disamping kanan dan kiri.mbok Nah tak menyangka jika ia akan di interogasi lima orang penting di kelurahan. ia baru menyadari jika dirinya ternyata akan disidang karena ulahnya tempo hari. silahkan duduk di tengah.perintah seorangggg diapit empat orang di kanan kirinya. mb beradu arah berhadapan langsung dg pk lurah.disampingnya,qohar mendekap erat2tubuh neneknya.sidang belum juga di mulai suasana heningsejenak. pasang2mata keempat perangkat disisi kanan dan kirinya. terpaku tajam ke arah dua orang yang hakikatnya tdk berdaya. menyiratkan sebuah rasa sinis berbalut benci, raut mukanya mendadak memerah, menyeruak bintik-bintik benih kedengkian. semakin terlihat kentara lingkaran nafsu yang merapat. seolah-olah Mbok Nah adalah objek, orang yang patut disalahkn atau bahkan kalau perlu didzalimi sekalian,mbok Nah mencoba tersenyum sebagai usaha terakhir menolak kenyataan.meski batinnya ingin berteriak dan memberontak.senyum yang dipaksakan itu lalu berhenti pada gerak bibir seperti orang yang hendak menangis. Mbok sampeyan ini sudah tua. kok malah neko-neko nulis kayak gini.siapa yang nyuruh. akal-akalannya siapa? tidak ada yang nyuruh.aku hanya berniat ingin mengingtkan pemrnth desa. agar selalu mempermudah urusan bukan malah mempersulit.mb berusaha tegar dan tetap bersikukuh pada pendiriannya.bahwa ia hanya sekedar ingn mengingatkan dari sebagian para perangkat desa yang entah berapa kali melakukan diskriminasi terhadap orang-orang yg lemah, orang yang buta tentang pemerintahan seperti dirinya.mb itu memang sudah aturan dari pemerintah pusat.memangnya simbah itu siapa kok beran-beraninya protes ke kelurahan.mb sampeyan belum tau saya ini siapa?....sebuah keakuan atau bisa jadi sebuah kepongahan dari seorang lurah .wujudnyata suatu pembangkangan yang bermetamorfosa pada keakuan diri. yang sejujurnya justru ia sendiri merasa terbebani atas diri sendiri..yang pada hakikatnya ia berlindung di dlmnya. berlindung dari kesalahan ,berlindung dari kealpaan. satu bentuk kesengajaan spontan yang di dasari perlindungan diri.kesadaran diri sbg pelayn masyarakat yg pantas mendapat protes dan peringatan dari masyarakat. terkadang sirna begitu saja tergantikan sifat lahiriyah manusia serakah, pongah dan berkacak pinggang manakala kekuasaan berada dalam genggaman. seringkali kata-kata keakuan itu digunakan orang-orang atasan ataupun para pejabat di berbagai bidang keilmuan dan pekerjaan. utk melindungi kesalahan itu sendiri. .sambung seorang pejabat yg lain.s
Mbok sampeyan ini sudah tua. kok malah neko-neko nulis kayak gini.siapa yang nyuruh. akal-akalannya siapa? tidak ada yang nyuruh.aku hanya berniat ingin mengingtkan pemrnth desa. agar selalu mempermudah urusan bukan malah mempersulit.mb berusaha tegar dan tetap bersikukuh pada pendiriannya.bahwa ia hanya sekedar ingn mengingatkan dari sebagian para perangkat desa yang entah berapa kali melakukan diskriminasi terhadap orang-orang yg lemah, orang yang buta tentang pemerintahan seperti dirinya.mb itu memang sudah aturan dari pemerintah pusat.memangnya simbah itu siapa kok beran-beraninya protes ke kelurahan.mb sampeyan belum tau saya ini siapa?....sebuah keakuan atau bisa jadi sebuah kepongahan dari seorang lurah .wujudnyata suatu pembangkangan yang bermetamorfosa pada keakuan diri. yang sejujurnya justru ia sendiri merasa terbebani atas diri sendiri..yang pada hakikatnya ia berlindung di dlmnya. berlindung dari kesalahan ,berlindung dari kealpaan. satu bentuk kesengajaan spontan yang di dasari perlindungan diri.kesadaran diri sbg pelayn masyarakat yg pantas mendapat protes dan peringatan dari masyarakat. terkadang sirna begitu saja tergantikan sifat lahiriyah yang senantiasa serakah, pongah dan merasa hebat manakala kekuasaan berada dalam genggaman. seringkali kata-kata keakuan itu digunakan orang-orang atasan ataupun para pejabat di berbagai bidang keilmuan dan pekerjaan. utk melindungi kesalahan itu sendiri. mb tlg jawab yang jujur.siapa dalang di balik semua ini?di bayar berapa mb?.semenjak jadi makelar tanah untuk org china kaan?.sambung seorang pejabat yg lain.menambahkan.takadahubungannya sama sekali. aku ra kedanan duit. aku tdk percaya. sebg perempuan tua walau sekuat apapun ia takkan pernah bisa menandingi kekuatan2 lawan yg berlipat2 secara dzahir ia lemah dan tdk berdaya menghadapi sekumpulan harimau yg sewaktu2 tiba2 menyerang dan menerkamnya.ia kalah dan mengalah pada kepasrahannya.tanpa terasa air matanya meleleh setetes demi setetes dari kedua bola matanya yg cekung dan berkerut.mewakili perihnya bathin. lebih sakit dari pada terputusnya urat2syaraf.lebih terluka dari perpisahan ruh dan jasad. meski raganya seperti masih tersisa serpihan2 kekuatan untuk menghadapi pertanyaan2konyol. tak bisa di pungkiri, tak kuasa untuk di sembunyikan lagi jiwanya melemah seperti musnah daya dan upaya. ibarat kuli panggul yang tdk kuasa lagi menahan beban di luar kemampuannya.menanggung beban yg sedemikian berat diperlukan pancaran sinar kekuatan .tapi hari itu tak seberkas sinarpun yang datang berpihak padanya.diatas bangku, kursi panjang yang bisa memuat 34orang .mb duduk terdiam dengan kepala menunduk, disampingnya Qoh mulai merasakan getar2 kekhawatirarn berselimut takut. wajah culunnya yang putih bersih sejernih embun di pagi hari tak henti2nya memandangi wajah sendu neneknya. rautmuka yang mulai di hiasi kesedihan.kedua tangannya masih bergelayut di ujung selendangnya yang mulai lusuh oleh keringat dengan sesekali memegangi erat2 kedua tangan neneknya. tangannya dingin seperti habis pasokan darah untuk mengaliri seluruh ujung jari2nya.dadanya naik turun menahan nafas yang tiba2mendadak terasa berat.di dlm hatinya tiada henti melafadkan istigfar memohon ampun kpd tuhan yg maha pemurah.mbah memangnya dg air mata dan tangisan kami bisa kasihan begitu. begitu mudahnya kata2 itu terlontar begitu saja satu bentuk pengakuan yang tiada di sadari telah menguak kebobrokan sendiri sebagaimanusia. yang telah hilang dari rasa dan karsa. satu bentuk metamorfosa tanah dan kelak akan kembali ke tanah .yang lembut,sejuk,dan tawadu' satu bentuk pengingkaran, menafikan diri sbg insan yang sjatinya teduh dan bersahaja..merasa sejajar dg iblis hingga hilang rasa dari dalam jiwa. rasa cinta kasih diantara sesama manusia.jawab mbah.bentak seorang yang berdiri di samping kanan sambil menggedor2meja. maknyak. teriak qohr spontan dg menangs histeris. tangis satu ungkapan kesedihan dan kekecewaan yg mendalam atas sikap salah seorg prgkp desa. tangis itu lalu tertahan pada nafas yang terburai.terputus2lalu berhenti.sebentar saja.takpernah terlalu lama qohar menangis.tak ada lagi rasa belas kasihan yang tercecer dari pak lurah. seusai tangis qohar terhenti. diambilnya kertas yang berisi tulisan tempo hari lalu di kibaskan ke muka qohar.dg keras. qohar menahan sakit dengan meringis dan terdiam tanpa sepatah katapun yang terucap.. tak puas dg satu bentuk penghinaan. pak lurah menambahkan kata2 sinis,menyakitkan.kok malah diam .nggak nangis lagi?. kata2 itu terasa pahit dan seolah mampu menyulap telinga mjd merah. penuh oleh darah..anda ini sudah jelas2 dinyatakan bersalah mb.?.ucap salah seorg pergkt desa yg lain .seperti manusia yang tak pernah khilaf .orang2di pem desa langsung memvonis tanpa melihat duduk perkaranya secara obyektif.kita bawa saja ke pihak yang berwenang.celetuk yang lain.tetap pada pendiriannya meski di rayu, diteror.tak sepatah katapun kata2nya yang mengembang.beribu2detik pr yg telah renta itu di interogasi tak juga menemukan hasil yang di harapkan. lalu mb di suruh keluar dari ruangn. ya sudah klo begitu mb ikut kami.dua org itu membw mb ke dlm ruangn tertutup. di dlm kamar yg lebih mirip dg kandg kambng dipenuhi kertas2lusuh koran bekas dan kursi meja yang rapuh dg kaki penyangga yg mulai ganji. tumpukan kursi2 yg telah usang itu memenuhi ruangn hingga langt2 di pojok kamar.belum sempt bernafs lega di ruangn pengp itu.datang dua org pergk yg lain dg mimik serius menunggui dan menginterogasi ulang dg di tambhkn beberapa pertanyaan yang dianggap oleh pihak pem desa belum tuntas. belum menemukan sepenuhnya kejelasan dan titik terang.mb semau ini pasti ada yg mendalangi.siapa mb yg mendlngi?.mb tinggal jawab yg jujur kalau ingin bebas.tak tahanlagi menghadapi kedaliman dan kemunafikan.mb mencoba ngawur dg menjawab seadanya meski sebenarnya sama sekali tak ada yg mendalangi.mb sempt tergagap sebelum terucap sebuah jawabn yg ngawur.orang2china.kenapa mb mau diperbudak?krn ketidak adilan jawab mb sekenanya.ketidak adln spt apa? aku tdk tau.lelaki tua yang tinggi spt tiang listrik itu diam sejenak.lalu bertanya lagi.mbah menempelkn tulisan ini kekelurahn sendirian bukan? dahinya berkerut sementara Mbok Nah sendiri diam, tak ada jawaban.dibayar berapa mb melakukan semua ini?sambungnya. Aku tidak dibayar dan tak ingin di bayar. Uang dan perhiasanku sudah lebih dari cukup untuk membiayaiku seumur hidup. Ya sudah Simbah disini dulu, menunggu kebijakan dari pak lurah. Dua org itupun pergi meninggalkan ruangan.lalu menutup pintu dari luar dan menguncinya rapat-rapat.
Entri Populer
-
Menyingkap tabir PT BEST AGRO INTERNASIONAL, dari budaya kekerasan fisik dan penganiayaan berat hingga pelenyapan nyawa puluhan warga...
-
Prosedural pembuatan sim C di kab. Jepara Disini saya ingin men share pada masyarakat Indonesia umumnya dan wabil khusus masyarakat Jepa...
-
Surga Dunia Usianya mulai senja, warna perak menyepuh hampir seluruh rambutnya. Kulitnya mulai berkerut di sana sini. Matanya mulai terliha...
-
Ameena Mengejar Keadilan Prakata Pertama-tama, aku sanjungkan segala puji kepada Allah Ta'ala. atas limpahan rahmatnya. ...
-
Jeritan Hati Ameena Sinopsis Tri Aminah seorang perempuan Desa yang telah lanjut usia yang masih memegang teguh tra...
-
Mengejar Keadilan Sinopsis Tri Aminah seorang perempuan Desa yang telah lan...
-
Di Kalimantan Tengah satu kepala manusia hanya di hargai 150,000 rupiah Manusia adalah makhluk hidup yang tercipta paling sem...
-
Mengejar Keadilan Sinopsis Seorang perempuan desa yang telah lanjut usia,...
-
Lirik Lagu DIDI KEMPOT - AKU DUDU ROJO Lyric aku pancen uwong sing tuno aksoro ora biso nulis ora biso moco nanging ati iki iseh duwe roso r...
-
Ameena Mengejar Keadilan Prakata Pertama-tama, aku sanjungkan segala puji ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar anda sangat berarti bagiku.meski kau hina sekalipun