RAHASIA
BESAR DIBALIK IBADAH SHALAT
Bacalah apa yang Telah diwahyukan
kepadamu, yaitu al-Kitab (Alquran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah
yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut [29]: 45)
Ayat di atas begitu eksplisit
menjelaskan adanya keterkaitan antara shalat dan perilaku yang ditunjukkan oleh
seorang muslim. Pengaruh shalat memang tidak dapat dijadikan tolak ukur untuk
menggeneralisasi dan menghukumi kepribadian semua orang. Tetapi, paling tidak
dalam ayat ini Allah menjelaskan sikap seorang manusia dari sudut pandang
karakter dan watak/ tabiat yang dibawanya. Shalat itu membersihkan jiwa,
menyucikannya, mengkondisikan seorang hamba untuk munajat kepada Allah Swt di
dunia dan taqarrub dengan-Nya di akhirat. (Jabir Al-Jazairi, 2004: 298). Shalat
sebagai salah satu bagian penting ibadah dalam Islam sebagaimana bangunan ibadah
yang lain juga memiliki banyak keistimewaan. Ia tidak hanya memiliki hikmah
spesifik dalam setiap gerakan dan rukunnya, namun secara umum shalat juga
memiliki pengaruh drastis terhadap perkembangan kepribadian seorang muslim.
Tentu saja hal itu tidak serta merta dan langsung kita dapatkan dengan instan
dalam pelaksanaan shalat. Manfaatnya tanpa terasa dan secara gradual akan masuk
dalam diri muslim yang taat melaksanakannya. Shalat merupakan media komunikasi
antara sang Khlalik dan seorang hamba. Media komunikasi ini sekaligus sebagai
media untuk senantiasa mengungkapkan rasa syukur atas segala nikmat. Selain
itu, shalat bisa menjadi media untuk mengungkapkan apapun yang dirasakan
seorang hamba. Dalam psikologi dikenal istilah katarsis, secara sederhana berarti
mencurahkan segala apa yang terpendam dalam diri, positif maupun negatif. Maka,
shalat bisa menjadi media katarsis yang akan membuat seseorang menjadi tentram
hatinya. á¿Keterkaitan Shalat dan Akhlak Shalat sebagai tiang agama, penyangga
bangunan megah lagi perkasa. Ia sebagai cahaya terang keyakinan, obat pelipur
ragam penyakit di dalam dada dan pengendali segala problem yang membelenggu
langkah-langkah kehidupan manusia. Oleh karenanya, shalat dapat mencegah
perilaku keji dan munkar, menjauhkan hawa nafsu yang condong pada kejelekan
untuk mencampakkannya sejauh mungkin (Asykuri, tt:137) Ibadah Shalat yang
diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam adalah bangunan megah indah
yang memiliki sejuta ruang yang menampung semua inspirasi dan aspirasi serta
ekspresi positif seseorang untuk berperilaku baik, karena perbuatan dan
perkataan yang terkandung dalam shalat banyak mengandung hikmah, yang
diantaranya menuntut kepada mushalli untuk meninggalkan perbuatan keji dan
mungkar. Sayangnya shalat sering dipandang hanya dalam bentuk formal ritual,
mulai dari takbir, rukuÖ, sujud, dan salam. Sebuah kombinasi gerakan fisik yang
terkait dengan tatanan fikih, tanpa ada kemuan yang mendalam atau keinginan
untuk memahami hakikat yang terkandung di dalam simbol-simbol shalat. Berikut
ini adalah nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam proses menjalankan ibadah
shalat. Pertama, latihan kedisiplinan. Waktu pelaksanaan shalat sudah
ditentukan sehingga kita tidak boleh seenaknya mengganti, memajukan ataupun
mengundurkan waktu pelaksanaannya, yang akan mengakibatkan batalnya shalat
kita. Hal ini melatih kita untuk berdisiplin dan sekaligus menghargai waktu.
Dengan senantiasa menjaga keteraturan ibadah dengan sunguh-sungguh, manusia
akan terlatih untuk berdisiplin terhadap waktu (Toto Tasmara, 2001: 81). Dari
segi banyaknya aturan dalam shalat seperti syarat sahnya, tata cara
pelaksanaannya maupun hal-hal yang dilarang ketika shalat, batasan-batasan ini
juga melatih kedisiplinan manusia untuk taat pada peraturan, tidak £semau gue¥
ataupun menuruti keinginan pribadi semata. Kedua, latihan kebersihan, sebelum
shalat, seseorang disyaratkan untuk mensucikan dirinya terlebih dahulu, yaitu
dengan berwudlu atau bertayammum. Hal ini mengandung pengertian bahwa shalat
hanya boleh dikerjakan oleh orang yang suci dari segala bentuk najis dan
kotoran sehingga kita diharapkan selalu berlaku bersih dan suci. Di sini,
kebersihan yang dituntut bukanlah secara fisik semata, akan tetapi meliputi
aspek non-fisik sehingga diharapkan orang yang terbiasa melakukan shalat akan
bersih secara lahir maupun batin. Ketiga, latihan konsentrasi. Shalat
melibatkan aktivitas lisan, badan, dan pikiran secara bersamaan dalam rangka
menghadap ilahi. Ketika lisan mengucapkan Allahu Akbar, secara serentak tangan diangkat
ke atas sebagai lambang memuliakan dan membesarkan, dan bersamaan dengan itu
pula di dalam pikiran diniatkan akan shalat. Pada saat itu, semua hubungan
diputuskan dengan dunia luar sendiri. Semua hal dipandang tidak ada kecuali
hanya dirinya dan Allah, yang sedang disembah. Pemusatan seperti ini, yang
dikerjakan secara rutin sehari lima sekali, melatih kemampuan konsentrasi pada
manusia. Konsentrasi, dalam bahasa Arab disebut dengan khusyuÖ, dituntut untuk
dapat dilakukan oleh pelaku shalat. Kekhusyukan ini sering disamakan dengan
proses meditasi. Meditasi yang sering dilakukan oleh manusia dipercaya dapat
meningkatkan kemampuan konsentrasi dan mengurangi kecemasan. Keempat, latihan
sugesti kebaikan. Bacaan-bacaan di dalam shalat adalah kata-kata baik yang
banyak mengandung pujian sekaligus doa kepada Allah. Memuji Allah artinya
mengakui kelemahan kita sebagai manusia, sehingga melatih kita untuk senantiasa
menjadi orang yang rendah hati, dan tidak sombong. Berdoa, selain bermakna
nilai kerendahan hati, sekaligus juga dapat menumbuhkan sikap optimis dalam
kehidupan. Ditinjau dari teori hypnosis yang menjadi landasan dari salah satu
teknik terapi kejiwaan, pengucapan kata-kata (bacaan shalat) merupakan suatu
proses auto sugesti, yang membuat si pelaku selalu berusaha mewujudkan apa yang
telah diucapkannya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kelima, latihan
kebersamaan. Dalam mengerjakan shalat sangat disarankan untuk melakukannya
secara berjamaah (bersama orang lain). Dari sisi pahala, berdasarkan hadits
nabi SAW jauh lebih besar bila dibandingkan dengan shalat sendiri-sendiri. Dari
sisi psikologis, shalat berjamaah bisa memberikan aspek terapi yang sangat
hebat manfaatnya, baik bersifat preventif maupun kuratif. Dengan shalat
berjamaah, seseorang dapat menghindarkan diri dari gangguan kejiwaan seperti
gejala keterasingan diri. Dengan shalat berjamaah, seseorang merasa adanya
kebersamaan dalam hal nasib, kedudukan, rasa derita dan senang. Tidak ada lagi
perbedaan antar individu berdasarkan pangkat, kedudukan, jabatan, dan lain-lain
di dalam pelaksanaan shalat berjamaah.¿Gambaran Kehidupan Dalam gerakan shalat,
kita bisa menemukan isyarat dari simbol-simbol yang terkandung dalam shalat,
yaitu filsafat gerak. Seorang pribadi muslim harus bergerak, harus dinamis,
karena tidak selamanya hidup ini akan qiyam (berdiri diam), perlambang kejayaan
(dewasa). Suatu saat kita kita harus rukuÖ (umur setengah baya), kemudian
bersujud (umur pun mulai uzur). Sebaliknya, ada shalat tanpa gerak, dia berdiri
kemudian salam. Itulah shalat mayit. Ini seakan memberikan isyarat bahwa
pribadi yang statis, tidak ada kreativitas gerak, sesungguhnya sedang berada
dalam kematian. (al-MuthawiÖ, 2001: 87). £Static condition means death,¥ kata
Muhammad Iqbal. ¿Membudayakan Shalat
Aktual Sesungguhnya, shalat yang kita dirikan itu pada hakikatnya merupakan
samudera mutiara yang mencerdaskan ruhani. Shalat menunjukkan sikap batiniyah
untuk mendapatkan kekuatan, kepercayaan diri, serta keberanian untuk tegak
berdiri menapaki kehidupan dunia nyata melalui perilaku yang jelas, terarah,
dan memberikan pengaruh pada lingkungan. Bagi orang yang memahami makna sholat,
sesungguhnya dia akan mengejar waktu amanat tersebut, karena dengan shalat, dia
mempunyai kekuatan untuk hidup melaksanakan amanat Allah. Sholat bukan hanya
sekedar ritual formal, melainkan ada muatan aktual, yaitu bukti nyata yang
dirasakan. Alangkah naifnya seseorang yang shalat, tetapi bibirnya penuh ucapan
kebohongan. Alangkah tak berharganya makna shalat apabila tidak memberikan
imbas untuk menjadi manusia yang bermanfaat dan menjauhi yang mungkar. Bila
kita memberikan santunan kepada orang miskin, memperhatikan masa depan anak
yatim dan derajat kaum lemah, sesungguhnya kita telah melengkapi sholat kita
dari bentuk yang formal menjadi aktual, dari sikap perihatin menjadi perilaku.
Inilah yang dimaksudkan dengan sholat kaffah, . Muatan moral yang
dipresentasikan oleh shalat membekas di kalbu dan membentuk kecerdasan rohani
yang sangat tajam yang kemudian melahirkan amal saleh, mencegah dirinya dari
perbuatan keji dan mungkar. AllahuÖalam¿Fathurrahman Al Katitanji¿Mahasiswa
FIAI, dan Mahasantri PPUII.
Mtk..
Berapa lamakah kita shalat dalam sehari
semalam? Jika setiap rakaat kita perkirakan dua menit, maka dalam
sehari-semalam jumlahnya ada 34 menit. Artinya, dalam sehari hanya kita isi
sebanyak 2,4 persen dari 1440 menit. Dalam satu minggu, berarti ada 238 menit
atau 3,96 jam. Dalam satu bulan, lama shalat kita sebanyak 952 menit atau 15,86
jam. Dan setahun, ada 11.424 menit atau 190,4 jam, yang berarti setara dengan
7,93 hari.¿Jika rata-rata usia hidup manusia selama 60 tahun, dan dikurangi
dengan 10 tahun masa awal akil baligh (dewasa), maka hanya 50 tahun seseorang
melaksanakan shalat dalam hidupnya. Itu berarti, sepanjang hidupnya ia
melaksanakan shalat fardlu selama 571.200 menit atau sekitar 9.520 jam, atau
396,7 hari (1,1 tahun).¿Bisa dibayangkan, selama hidup, kita hanya butuh waktu
untuk shalat fardhu selama 1,1 tahun, atau dalam satu tahun hanya 7,93 hari,
atau dalam satu hari hanya 34 menit. Dari sini terlihat betapa jauhnya
perbandingan ketaatan kita kepada Allah SWT dengan nikmat yang diberikan-Nya
kepada kita dengan nikmat usia.¿Maka, sangat disayangkan apabila ada orang yang
tidak melaksanakan shalat karena alasan tidak ada waktu atau sibuk. Padahal,
jika kita jujur terhadap diri sendiri, kita mampu berlama-lama bertelepon,
nongkrong di depan komputer, jalan-jalan, nonton TV, dan lain
sebagainya.¿Ingatlah, Abu Zubair menceritakan bahwa dia mendengar Jabir bin
Abdullah berkata, ''Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Antara
seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran itu terdapat perbuatan meninggalkan
shalat'." (HR Muslim).¿Oleh karena itu, jangan pernah merasa puas dan
berbangga diri dengan ibadah yang telah kita laksanakan. Sebab, bisa jadi
ibadah kita, terutama shalat, tidak akan berarti apa-apa bila hal itu kita
kerjakan dengan tidak ikhlas. Apalagi berharap surga. Allah menyindir orang
yang demikian dengan pendusta agama. (QS Al-Maun [107]: 1-7).¿Jadi, jangan hanya
mengandalkan masuk surga dengan selembar tiket shalat fardhu. Silakan menjaring
rahmat Allah dengan banyak beramal saleh. Berinfak, zakat, puasa, haji, akur
dengan tetangga, menyambung silaturahim, mengurus keluarga, belajar, menyantuni
anak yatim, tidak membuang sampah sembarangan, bahkan hanya tersenyum kepada
teman pun termasuk amal shaleh. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar anda sangat berarti bagiku.meski kau hina sekalipun