Entri Populer

Minggu, 23 Mei 2010

aktivis renta bagian A

Usianya mulai senja, warna perak menyepuh hampir seluruh rambutnya.Kulitnya mulai berkerut di sana sini.Tapi giginya masih terlihat utuh.Hanya beberapa gigi geraham yang telah tanggal. Semangat juangnya untuk menjalani hidup,tak pernah kendur dan pantang menyerah.Tak ingin menggantungkan hidup pada orang lain.Pada hal kalau mau,sebenarnya Ia bisa hidup enak tanpa harus bersusah payah bekerja.Sepeninggal suaminya,kang Karta Ia di tinggali sawah,kebun dan rumah tanah.Semasa itu suaminya mendapatkan beberapa hektar tanah dari pemerintah karena jasanya ikut berjuang melawan penjajahan.belum lagi pemberian sawah beberapa petak dari pemerintah kolonial belanda,semasa itu.karena di tinggal pemiliknya ,pulang kenegara asalnya,belanda
Sawah tanahnya yang sedemikian luas, bisa saja Ia serahkan kepada para penggarap.Dan Ia bisa hidup enak,bersahaja dan istirahat di rumah.Tanpa harus bersusah payah memeras keringat.Tapi tidak baginya,Ia tak mau menyerah dan tidak pula mengeluh,Ia tetap bersikukuh ingin menggarap sendiri sawah dan kebunnya.Ia tak ingin menjadi parasit,menyusahkan orang lain.Selama raganya masih mampu untuk bekerja.Ia akan tetap terus memeras keringat,banting tulang.Dengan begitu Ia bisa dapatkan kesehatan jasmani,semua itu tak bisa di beli dengan rupiah.Ada suatu kepuasan dalam dirinya, bila Ia makan dan minum dari hasil keringatnya sendiri.Ia percaya bahwa hidup harus selalu di syukuri dengan tetap bekerja sekuat yang Ia mampu.
Sepeninggal suaminya, tanah dan kebunnya satu persatu Ia jual atau di berikan begitu saja kepada orang-orang yang tidak mampu.Sejatinya kalau hanya untuk biaya menunaikan Ibadah haji Ia sudah mampu,bahkan untuk memberangkatkan dua sampai tiga orang sekaligus.Tapi entah kenapa Ia tak ada niat untuk menunaikan Ibadah haji.
Hal itu di lakukannya karena Ia mempunyai kepekaan sosial yang sangat tinggi.Tak etis apabila Ia menunaikan Ibadah haji sementara tetangganya ada yang hidup dengan serba kekurangan.
Seringkali Ia mendengar kabar ada seorang yang rela jual tanah demi hanya untuk biaya menunaikan Ibadah haji namun Ia justru mengharamkannya.Ia menyebutnya dengan sebutan haji bangkrut.
Harta bendanya sering di sedekahkan untuk janda-janda tua.Di desa tetangga.janda-janda tua itu lazimnya beranak lebih dari dua.Jalan hidupnya lebih mirip dengan perjalanan hidupnya.Bedanya,perbuatan menyimpang yang di lakoninya akhirnya mendapat restu dari suaminya,Semasa itu tak terhitung banyaknya perawan-perawan desa yang di gauli begitu saja oleh para penjajah.Pada masa penjajahan Belanda maupun Jepang.
Di atas jerami kering diantara bebatuan,duduk bersila seorang perempuan Tua.Di pinggir sungai yang mengalir jernih.Di bawah pohon nangka yang adem,sejuk dan teduh.Dengan di temani semilirnya angin sepoi-sepoi,membuatnya betah berlama-lama untuk sekedar duduk bersila,sembari membuang lelah,capek setelah seharian bekerja.
Tepat diatas sungai,terbentang sawah beberapa petak miliknya.Waktu dzohor telah berlalu beberapa jam yang lalu dan panasnya terik matahari agaknya telah mulai berkurang.Tapi perempuan Tua itu masih belum juga beranjak dari Musolla.yang di desain dari jerami kering itu.Ia masih duduk bersimpuh,melawan kantuk.Dari kedua bibirnya yang keriput.Tak henti-hentinya melafadzkan Asma-Asma Allah.Memanjatkan rasa syukur,teriring dzikir lalu dikhiri doa sapu jagat seperti biasanya.Setiap hendak pergi kesawah perempuan tua itu selalu menyempatkan diri membawa perbekalan makanan secukupnya,dua lapis jarek untuk Shalat dan beberapa helai daun sirih.
Apabila Ia lupa membawa barang bawaanya.Sebisa mungkin Ia sempatkan untuk pulang,sebelum tiba saatnya waktu dzohor.waktu baginya adalah segalanya.sebisa mungkin Ia gunakan waktu sebaik-baiknya.Uniknya apabila suatu ketika Ia lalai lalu tertidur Ia selalu menyesali,seolah-olah Ia kehilangan seorang anak.Begitu berartinya waktu.Hingga di malam-malam mustajab Ia tafakuri,berapa waktu yang terbuang begitu saja,berapa sisa umurnya yang masih di kandung badan.Dan untuk apa dirinya tercipta.Karena sejatinya usia yang di kandungnya terus berkurang.Lalu suatu sa'at panggilan Ilahi pasti akan datang padanya.
Usai melawan kantuk dengan berdzikir.Diambilnya selembar daun pisang,langsung dari pohonnya,yang tak jauh dari tempatnya duduk bersimpuh.Selembar daun pisang dijadikannya sebagai alas makan nasi,pengganti piring.Lalu di ambilnya nasi putih bersih beserta urap sambal daun singkong,oseng-oseng kangkung,ditemani lalapan kacang panjang mentah,daun kemangi,dan dua buah mentimun sedang.Kenikmatan dunia seakan tak terbayar,meski di barter dengan kenikmatan di Surga sekalipun.Maka wajar jika di dalam pikirannya tak terlintas untuk menggapai kenikmatan Surga di akhirat kelak.Apa yang ada pada dirinya kini sudah melebihi dari cukup.tak ada yang lain.cukup satu kata yang mengiringi langkah hidupnya yaitu syukur.ungkapan dari sebuah rasa terima kasih kepada sang pemberi warna pada daun dan buah begitu pula pada cabe dan terong.Setelah selesai makan di teguknya air kendi.ces ! dingin dan bening.Inilah surga dunia,tak terbayar,dan tak bisa di bayar dengan Rupiah.
Desa adalah Surga bagi orang-orang yang menyintainya dengan meluangkan waktunya untuk menggarap dan memeliharanya.Tak begitu jauh dengan pepatah Arab yang mengatakan “man jadda wa jada”.Siapa yang mau bersungguh-sungguh pasti akan menemukan hasil dari apa yang telah di tanamnya.
Sawahnya yang tepat diatas bibir sungai banyak di tanami sayur-sayuran yang beragam.Tak tanggung- tanggung sayuran yang ditanaminya pada umumnya mampu bertahan hingga setengah tahun bahkan lebih. Tak banyak jenis sayuran yang di tanaminya setiap jenis sayur- sayuran hanya satu sampai lima tanaman di setiap guludannya.
Terbatas hanya disela sela guludan tanaman padi.Namun untuk memanen satu jenis tanaman sayuran yang hanya beberapa pohon,bisa mencapai tujuh bulan. Bahkan bisa mencapai satu tahun seperti lembayung, tanaman kacang- kacangan yang biasa menjalar kemana- mana.Tanaman sayur sebangsa kacang-kacangan meski hanya beberapa buah.Tapi bisa menghasilkan puluhan ikat.kangkung yang di tanam di beberapa guludan,bisa di panen dua hari sekali.Itupun bisa menghasilkan dalam jumlah yang sama seperti halnya Lembayung.Belum lagi daun singkong,koro dan kecipir yang masa panennya bisa bertahan hingga umur dua tahun.

Walau demikian hasil sayuran yang melimpah tersebut tak pernah di jual ke pasar.Kerapkali sayuran-sayuran itu yang biasa di ikatnya besar-besar,di bagi-bagikan kepada para tetangga dengan cuma-cuma.Ia hanya mengambil secukupnya untuk di olah hari ini dan esok hari.Hanya hasil buah-buahan semacam nangka,mangga dan jengkol yang terkadang di bawa sebagai barang bawaan ke pasar.Itupun terbatas pada saat-saat datang musim buah.Tetapi ada saja musim yang menyertainya.Jika di bulan ini musim nangka,bulan kemarin musim rambutan,lalu di bulan depan musim durian,begitu seterusnya.Itulah harmoni alam semesta yang senantiasa menghadirkan keseimbangan untuk memenuhi hajat hidup para penghuninya.Selama alam itu di jaga,di pelihara dan dirawat dengan setulus hati.
Setiap kali melihat tanaman-tanamannya yang terus menghijau,tak jemu-jemu untuk terus di kunjunginya setiap hari.Ada saja pekerjaan yang menantinya,menyiangi rerumputan,mengairi sawah,memanen sayuran,mengambil rebung,mencari ikan ,memancing belut,dan masih banyak lagi pekerjaan lain yang setia menantinya.Seakan pekerjaan di sawah itu tidak ada habisnya.Apalagi bila musim buah telah tiba seperti nangka,mangga,pete,dan jengkol.Praktis keseharian hidup orang-orang Desa hanya di habiskan untuk ke sawah.
Tepat di atas pinggiran sungai banyak di tanami pohon-pohon keras.Semacam pohon bambu,kapuk randu,sengon dan lainnya.Di samping bertujuan untuk diambil manfaatnya pohon-pohon tersebut berguna untuk mencegah dan mengurangi erosi.Selama pohon-pohon keras itu masih hidup maka selama itu pula ekosistem sungai dan sawah akan tetap terus terjaga.Kenyataannya tanaman-tanaman keras itu memang mampu menyeimbangkan tanah,sehingga tidak mudah longsor.
Tak jauh dari tempat perempuan tua itu duduk bersila,ikan-ikan bader dan udang berkejaran, lalu menggerombol menungguinya, dengan setia,Menantikan sisa-sisa makanan yang biasanya sengaja di sisakan untuk ikan-ikan.Biasanya sisa-sisa nasi putihnya di tumpahkan begitu saja.ke arah aliran sungai.Ikan-ikan dan udangpun terkesiap sambil berlompat-lompatan membentuk sebuah formasi.Jika mau perempuan tua itu bisa saja mengambil dengan mudahnya ikan-ikan itu, yang jinak-jinak merpati.Untuk lauk sehari-hari.Tapi demi ketulusan hati dan kesetiaan,sifat kanibalisme tergeser menjadi nomor yang kesekian.
Menyaksikan sebuah sandiwara mahluk-mahluk lain semacam ikan,di depan mata.Adalah suatu kebanggaan.Perempuan Tua itu merasa telah menyatu dengan alam.Demikian pula dengan burung-burung belibis.Berkeliaran bebas,berkejar-kejaran di satu tempat ke tempat lain.Burung-burung itu mulai menampakkan sayap-sayap indahnya di siang hari.Di saat suara-suara riuh mulai lenyap,sepi dari hiruk pikuk kegiatan manusia.Di saat orang-orang mulai kembali pulang,melepas lelah dan letih.Setelah seharian memeras keringat.Burung-burung itu mencuri-curi waktu selepas suasana benar-benar sepi.Seolah tercipta untuk selalu menjaga jarak dengan manusia.Burung-burung itu tampak anggun dan elegan dengan kombinasi warna hitam,hijau perak di leher dan kepala serta bintik-bintik kuning hitam di bagian ekornya. Sesekali terlihat menyelam, menghilang kedasar sungai, mencari mangsa dengan lincahnya. Bulunya yang anti air lebih mirip dengan angsa berukuran lebih kecil sepuluh kali-lipat. Berenang-berenang berlalu lalang, berkejar-kejaran. Sayangnya kemunculannya,disaat-saat sepi setelah keadaannya terasa aman,barulah burung-burung itu keluar dari semak-semak.Ada pula yg bermalas-malasan, bertengger di dahan dan ranting-ranting pepohonan bambu.
Setelah burung-burung belibis berlalu pergi.Datang sekawanan burung bubut yg mencari katak, cacing dan ikan-ikan kecil sisa garapan burung belibis.Mereka tak pernah hadir bersamaan.Diantara burung-burung itu menyadari kekalahan dan kelemahannya, rela menunggu, lalu silih berganti sampai menjelang sore.
Dengan dihiasi birunya langit dan mentari yang terkadang mengintip dari balik awan,yang bergerombol.Di dalam sunyi di siang hari burung-burung kutilang,burung betet bersaut-sautan.Saling unjuk gigi dan kebolehan.Memamerkan suaranya masing-masing.Suaranya melengking-lengking seolah-olah tak mau kalah dengan lengkingan suara penyanyi populer melly goeslaw sekalipun.
Di bibir-bibir sungai biawak tampak hilir mudik menanti giliran.mencari bangkai-bangkai ikan,katak dan sejenisnya.
Walau hanya sekedar melintas.Sekawanan ikan, burung-burung dan binatang lainnya tidak takut ataupun gentar menampakkan diri didepan perempuan tua itu.Seakan perempuan tua itu telah menyatu dan berjanji untuk tidak saling mengganggu, menyakiti dan menguasai.Hanya orang-orang yg berhati sebersih embun pagi yang senantiasa disambut kehadirannya.
Akhir-akhir ini mulai muncul kekhawatiran dalam benak perempuan Tua itu.Apabila menyaksikan ulah para pemuda desa yang mencari sarang burung dengan membabi buta. Seharusnya yang boleh diambil adalah telurnya saja,yang besarnya hampir menyerupai telur ayam.Tapi sering kali anakannya ikut serta diambilnya.Sehingga ahirnya berujung pada kematIan.Juga perlakuan beberapa pemburu liar yg menembaki apa saja yg melintas didepannya, tanpa mempertimbangkan keseimbangan alam.Belum lagi cara-cara mengambil ikan yang serampangan.Dengan menaruh tuba di beberapa tempat.Sehingga pelan dan pasti telah merusak ekosistem sungai.
Terakhir kali rombongan kepala desa beserta jajarannya beramai-ramai mencari ikan dengan puluhan gelondong apotas dan insektisida.Racun-racun itu di tebar di sepanjang aliran sungai.Beberapa botol kaleng insektisida bekas diantaranya masih tercecer di pinggir-pinggir sungai.
Sepulangnya dari sawah perempuan Tua itu mnyempatkan waktunya,untuk memulung kacang tanah yang telah usai di panen.Pemilik lahan yang di tanami kacang tanah itu adalah pak Edi seorang lelaki tambun dan pendek.Yang kini tengah menjabat sebagai modin Desa.Pak Edi dua hari yang lalu baru saja menyerahkan kacangnya seluas satu hektar untuk di tebas oleh pak Tomo.Seorang bakul kacang senior.Pak tomo telah menekuni usaha sebagai bakul kacang selama puluhan tahun lamanya.Pak tomo merintis usahanya sejak masih nol.Bersama pak Parjo yang terlebih dahulu pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.Sejak dua tahun yang lalu.Bagi orang desa memulung kacang tanah adalah suatu kenikmatan tersendiri yang tiada tara.Dalam beberapa jam bisa mendapatkan satu ember ukuran sedang.Cukup kalau hanya untuk camilan beberapa hari.Apabila di keringkan bisa bertahan hingga tujuh bulan lamanya.Biasanya apabila memulung hingga tengah hari bisa terkumpul tiga ember ukuran sedang atau satu ember besar.Lebih dari cukup untuk sekedar sebagai camilan selama satu minggu.Bila tersisa akan dikeringkan untuk camilan di musim penghujan.Telah menjadi suatu kebiasaan bila datang musim hujan bawaannya selalu ingin ngemil.Tak seperti di musim kemarau.
Setiap perempuan Tua itu pulang dari sawah ada saja setiap harinya barang-barang bawaan semisal kayu,sayuran dan buah-buahan.Bakul yang biasanya untuk membawa bekal makan siang di jadikannya wadah untuk menampungnya.Kendati tidak membawa bakul Ia punya banyak cadangan untuk persiapan mana kala di butuhkan.Memulung kacang tanah,mengambil umbi-umbian ataupun barang-barang yang tak terduga sebelumnya.
Pulang dengan tangan hampa baginya adalah sesuatu hal yang tabu.Tiada hari tanpa barang-barang bawaan.Sementara bahan-bahan dan kebutuhan dapur memang senantisa di perlukan.Plastik-plastik lusuh yang di dapat dari sepanjang aliran sungai sengaja Ia simpan.Di selipkan diantara bebatuan di bawah pohon nangka.
Begitu tiba di perkampungan.Seorang perempuan setengah baya menghampirinya, lalu menanyakan perihal barang bawaannya.Perempuan setengah baya itu biasa di panggil dengan panggilan Rukini,seorang Ibu muda,mempunyai seorang anak balita,kini ibu muda itu tengah mengandung kembali dari buah pertarungan dahsyat dengan suaminya.
“Bawa sayuran lembayung mbok?minta ya mbok?”pintanya dengan penuh keakraban.
“Bawa tapi sedikit,ini aku bawa daun singkong banyak kalau mau ?”
“Daun singkong juga tak apa,kebetulan udah lama nggak mecel daun singkong”.
Tak ada rasa malu ataupun canggung pada diri Rukini,karena memang telah menjadi suatu kebiasaan dan lambat laun menjadi suatu keakraban.
Apabila ada pesanan sayuran dalam jumlah yang lumayan banyak.Biasanya orang-orang yang memesan akan mengganti ongkos,ongkos ala kadarnya.
Perempuan Tua itupun mengeluarkan daun singkong dari balik selendangnya,lalu memberikan seikat daun singkong yang lumayan besar untuk ukuran seikat daun singkong pada umumya.
Perempuan Tua itu yang kesehariannya hidup bersahaja,biasa di panggil dengan panggilan mbok Ginah.Ada pula yang menyebutnya dengan sebutan mbok Nah.Sesuai nama yang sebenarnya,Tri Aminah.Di namakan demikian karena dirinya terlahir sebagai anak ketiga.Tri yang berarti tiga berasal dari bahasa Sansekerta.Yang waktu itu sangat masyhur dikalangan orang-orang Jawa kuno ratusan tahun silam.Nama Tri adalah suatu kebanggaan,sebuah nama titisan turun temurun dari ajaran Agama nenek moyangnya.Hingga kini perempuan tua itu masih mengagumi ajaran-ajaran Agama nenek moyangnya. Sebuah Agama yang jejak-jejaknya masih bisa di lihat dan di saksikan di seluruh seantero Nusantara.Kekaguman pada agama nenek moyangnya,bukan tidak lepas dari buyut dan kakeknya.Buyutnya dulu adalah seorang resi dan konon kakek perempuan Tua itu berwasiat kepada Ayahnya agar kelak bila di karuniai anak perempuan yang ketiga agar di berinya nama Tri pada anak ketiganya.
Kendati Ia masih belum bisa melupakan,ajaran-ajaran luhur Agama terdahulu serta sangat mengaguminya.Ia tidak akan membuang begitu saja ajaran-ajaran yang telah mengakar ke dalam sendi-sendi kehidupan semenjak ratusan tahun yang lalu.
Setibanya di rumah mbok Nah langsung mengakrabi sayurannya.Di cuci bersih lalu di simpan diatas genuk yang berisi air.Agar tetap terjaga kesegaranya.Lalu membasuh kedua kaki dan tangannya hendak tidur siang.Sebelum merebahkan badannya,di lihatinya satu persatu kamar di rumahnya.Tak ada orang sama sekali.Qohar,cucu satu-satunya tak ada di kamarnya.Pada hal biasanya tidur lelap,di kamarnya.Hanya di waktu malam,Qohar tidur bersamanya.Itupun lebih karena ketertarikannya pada dongeng-dongeng dan cerita semata.
“Kemanaaa ? cucuku. pintu terbuka,ayam di biarkan masuk.kemanaaa ? ini orangnya.”gumamnya dalam hati.
“Maknyak !.” Ia menoleh ke asal suara,cucunya berlari ke arahnya sambil menangis.Ia mengernyitkan dahi.
“Ada apaaa?.”tanyanya dengan penuh penasaran.
“Gemakku hilang !.”jawabnya dengan muka muram,dari kedua bola matanya terlihat basah oleh air mata.
“Hilang yo wis!.Jangan di tangisi.Mbok ya coba kamu pikir. Apa kamu ndak kasihan,bayangkan kalau kamu tak kurung di dalam kamar sampai seharian,Bahkan berbulan-bulan.Apa kamu mau?.
Burung itu juga mahluknya Gusti Allah.Biarkan saja burung itu terbang bebas.Bila terus-terusan kamu kurung,kamu kekang.Nanti kamu akan di bales di Akhirat,di hukum,di kurung juga.Seperti apa yang telah kamu perbuat terhadap burung itu.Urainya panjang lebar.
Pada mulanya panggilan Maknyak dari Qohar kepada neneknya.Hanyalah gurauan semata.Karena waktu itu Qohar baru saja main kerumah Fariz,temannya.Anak pak Karim yang kebetulan baru beberapa minggu di belikan televisi.Di rumah Fariz Ia menonton televisi serial drama betawi Si Doel Anak Sekolahan.Di situ si Doel dan Mandra sang pemeran utama memanggil ibunya dengan sebutan Maknyak.Kini panggilan Maknyak menjadi suatu kebanggaan sekaligus hiburan baginya.
Tak terbersit rasa risih sama sekali ataupun rasa malu pada diri mbok Nah atas panggilan itu.Dengan legawa Ia terima segala bentuk panggilan meskipun berbau penghinaan dari siapapun.Karena Ia menganggap nama hanyalah nama,tidak terlalu penting untuk di bahas.
Apa arti sebuah nama apabila hati dan jiwanya kotor penuh dengan kerakusan.
Di panggilnya Maknyak dari seorang cucu tak ada rasa canggung sama sekali.Walau sebenarnya Ia hanyalah seorang nenek bagi Qohar.cucu satu-satunya.justru mbok Nah merasa sebagai ibu dari Qohar.Senang dan ada semacam ketenangan.di dalam hatinya.karena Qohar sedari kecil,semenjak usia satu tahun dirinya yang menggantikan ibunya,menyusui dengan sepenuh hati,meski hanya susu bohong-bohongan.
”Di genuk ada beberapa ikat daun singkong.Ambil seikat saja,lalu berikan sama mbok Rondo!.nanti terus pulang jangan keluyuran.”perintah mbok Nah sembari menasehati.
”Kemarin sore kan sudah di beri maknyak?”sergahnya.
”Kamu kemarin sore kan juga sudah makan!.”timpal mbok Nah,tidak mau kalah.
”Aku nggak makan.tapiii..sarapan.”kilahnya.
”Sarapan kok sore-sore.Sudah!.sana buruan,besok tak carikan burung gemak lagi.”Perintahnya sambil menghibur untukmengobati kegalauan Qohar.
”Saya mau kencing dulu maknyak!.”tunda Qohar sembari beralasan.
”Pinterrr!! yo wis kencing dulu sana!.”ujarnya memberinya ruang untuk beralasan.
Mbok Rondo yang yang berarti Ibu janda itu,telah lanjut usia.Walau sebenarnya usianya jauh lebih muda dari mbok Nah tapi mbok Rondo terlihat lebih tua dan di tambah lagi sudah sering sakit-sakitan.Ibarat pohon beringin yang rimbun dengan berhias dedaunan yang sangat lebat,akan tetapi cepat meranggas.Daunnya dengan mudah berguguran lalu mongering,laksana menghadapi musim kemarau selama bertahun-tahun.Hidupnya sebatang kara,tak ada teman bercengkerama dan tak ada yang bisa di banggakan.Hanya sesekali,terkadang tetangganya datang bertamu untuk sekedar menjenguk dan menghiburnya.Keadaannya,sangat kontras dengan apa yang di alami semasa mudanya.Konon dulu,semasa mudanya mbok Rondo bekerja di Kota sebagai pembantu selama bertahun-tahun.Bekerja pada orang-orang Arab keturunan,di semarang.Jauh sebelum zaman pendudukan Jepang.Semasa bumi Nusantara masih di bawah penjajahan Belanda.atas kendali Ratu Yuliana.Sampai setelah Indonesia merdeka.Kendati semasa mudanya dihabiskan untuk hidup di Kota,tak pernah bergelut dengan pekatnya Lumpur hitam atau panas teriknya matahari,di tengah-tengah sawah.Tubuhnya yang tinggi semampai,kulitnya putih dengan alis mata yang beriringan seperti semut yang sedang beriringan,serta bulu matanya yang lentik.Kakinya yang mulus,putih.Tak ada bandingannya,dengan orang sekampungnya.Tubuhnya yang sintal itu,selalu di rawat,putih bersih,wangi dan selalu mengenakan jilbab.Itu adalah sebagian dari gambaran hidup semasa mudanya.
Sepulangnya ke kampung halaman,banyak pria kampung yang tergila-gila padanya.Pancaran rona wajahnya,mampu meredupkan perangai para preman yang keras dan bajingan tengik sekalipun.Mengalahkan preman manapun.Hingga bertekuk lutut dihadapannya.Kecantikannya mengalahkan perempuan-perempuan Desa.Dalam waktu singkat,dengan mudahnya mbk Rondo bertengger sebagai Primadona Desa.Lamaran demi lamaran berdatangan dari para lelaki yang terhormat,yang hampir kesemuanya berdarah biru.Datang silih berganti.Namun seringkali di tolaknya dengan cara baik-baik.Hingga pada suatu saat,pilihan jatuh kepada kang Amran.Anak Tumenggung Sastro djoyodiningrat.Yang waktu itu menjabat sebagai Wedana.Setingkat camat di masa kini.kang Amran yang berwatak keras,sangar,kaku dan di takuti banyak kalangan. Akhirnya tahluk di pelukan mbok Rondo.Tapi sayangnya kang Amran sama sekali tidak mengenal seni bercinta.Setelah mbok Rondo resmi dinikahi kang Amran.Ia masih tetap saja menjunjung tinggi kesuciannya.Tak ingin ternoda sama sekali.Dari cerita yang beredar di masyarakat,mbok Rondo waktu itu dengan tegas menolak di setubuhi.Entah kenapa semua itu bisa terjadi.
Mbok Rondo yang bernama asli Maryamah.Adalah perempuan yang aneh,sekaligus nyeleneh.Mau dinikahi tetapi sama sekali tidak mau di gauli.Ia tidak ingin menjadi perempuan yag ternoda oleh suaminya sekalipun.Tepatnya dua hari setelah Akad nikah. Mbok Rondo di ceraikan oleh kang Amran.Dengan alasan yang tidak logis.Mbok Rondo tidak mau di sentuh..
Hingga detik ini tak terpikir sama sekali dalam benak mbok Rondo.Untuk menikah lagi.Jadilah mbok Rondo menjadi janda tua yang masih terjaga kesuciannya.Di usia tuanya,Ia tinggal sendiri di sebuah gubuk berukuran dua kali empat meter.Sedikit lebih luas jika di banding dengan ukuran kandang kambing pada umumnya.Sawah,hasil jerih payahnya selama puluhan tahun.Semasa bekerja di kota,kini tak berbekas lagi.Karena tipu daya orang-orang yang tidak bertanggung jawab.Sepenuhnya Ia tertipu dengan sadarnya.Sawah satu-satunya dijualnya dengan harga semurah-murahnya.Ia kira nilai nominal uang sekarang,tak ada bedanya dengan uang di zaman dahulu.Harga tanah yang di sangkanya naik tipis.Justru pelan dan pasti,telah mencekiknya secara perlahan.
Tak kurang dari satu tahun,uang hasil penjualan sawah akhirnya ludes.Untuk biaya makan sehari-hari.Walau nasi telah menjadi bubur.Allah yang kuasa masih tetap mencurahkan Rahmatnya bagi seluruh Alam.Setiap mahluk yang tercipta telah mendapat cadangan rizki masing-masing.Terkadang sekali dua kali mbok rondo mendapatkan bantuan dari para tetangganya,Serta saudara-saudara jauhnya.Yang masih menaruh simpati kepadanya.Walau nominalnya tidaklah seberapa,namun cukup membantu untuk mengurangi beban pikirandemi untuk kelangsungan hidup sehari-hari.Setiap hari, setiap minggu ada saja Rizki yang dicurahkan Allah lewat hamba-hambanya.
Sekarang agaknya nasib baik, telah merapat padanya.Gubuknya yang rata dengan tanah telah berdiri kembali seminggu yang lalu.Para tetangga gotong royong memperbaiki dan membangunya kembali.Sebelumnya Ia menumpang makan dan tidur di rumah kartini, tetangganya.Karena rumahnya yang lebih mirip gubuk.Terbuat dari ruas- ruas bambu dan anyamannya.Tiba- tiba ambruk, rata dengan tanah oleh ulah kambing- kambing biadab.
Kambing- kambing biadab itu milik Haji Malik.Tiga kambingnya terlepas dari kandangnya.Dua ekor kambing jantannya snewen ingin kawin. Lalu mengejar seekor kambing betina.Ketiganya berkejar- kejaran dan berlari- lari bebas mengelilingi kampung. Tanpa diduga sebelumnyaSalah satu satu kambing jantannya,tali tambangnya tersangkut di salah satu tiang rumah mbok Rondo.Hanya kurang dari hitungan menit .Rumahnya ambruk dan berantakan.Untungya mbok Rondo waktu itu tengah pergi ke Sungai untuk keperluan buang hajat.Sehingga selamat dari musibah.
Tak ada yang di salahkan maupun menyalahkan dan memang tak perlu ada yang di salahkan.Barangkali itu memang telah menjadi suratan baginya.Mbok Rondo tidak marah,tidak pula menuntut.Tak ada guratan kesedihan sama sekali di wajah mbok Rondo. Tapi rasa kehilangan pastinya menghinggapi pikirannya.Dirinya sudah mengakrabi hidup dengan bergelut penderitaan.Terbiasa menjadi bahan cercaan semenjak sawahnya di jual murah-murahan untuk biaya hidup sehari-hari.Dirinya tau diri dan menganggapnya tidak layak untuk meminta-minta apalagi menuntut.
Dalam musibah itu tak ada yang mau bertanggung jawab.Pak Haji malik pemilik kambing-kambing biadab itu hanya menyumbang beberapa potong bambu dan beberapa ikat daun ilalang kering,untuk keperluan atapnya.Masih sangat jauh dari mencukupi.Selebihnya,pak Haji Malik justru menyalahkan keadaan dan menganggapnya bukan suatu musibah.
”Wong rumahnya memang sudah tua kok !sudah waktunya ambruk.”begitulah kata-kata pak Haji Malik terlontar begitu saja tanpa berfikir terlebih dahulu,sehingga terkesan menganggap enteng suatu masalah.
Di mata mbok Rondo kata-kata pak haji Malik adalah sebuah petuah.Tak banyak yang harus di perbuat.Padahal semestinya Ia punya hak untuk meminta lebih.
Mendapatkan bantuan dari pak haji Malik yang tak seberapa nilainya.bagi mbok Rondo sudah lebih dari cukup.Tetapi para tetangga dan saudara-saudara jauhnya,justru muak.Tidak terima dengan kenyataan yang ada.Tapi tak bisa berbuat banyak karena mbok Rondo sendiri tak ingin masalahnya menjadi semakin runyam.merekapun hanya bisa mengumpat dalam hati.mereka hanya bisa menilai jika titel haji yang telah di sandangnya sama sekali tak ada gunanya.
“Haji gombal.!!.”demikian orang-orang menyebutnya.
Pagi -pagi benar mbok Nah telah lebih dulu pergi ke sawah.Di rumah hanya tinggal Qohar seorang,yang masih tidur.Telah menjadi suatu kebiasaan apabila Qohar bangun tidur lalu tanpa di dapatinya mbok Nah di sampingnya.Ia kemudian cuci muka lalu melaksanakan sholat shubuh,berdzikir beberapa kalimah,dan di akhiri do'a sapu jagat yang senantiasa diajarkan mbok Nah di dalam sehari-harinya..Di usianya yang ke tujuh tahun Qohar terbiasa pergi menyusul ke sawah atau kebun mbok Nah,yang lumayan jauh.Untuk sekedar membantu mbok Nah.paling banyak Qohar membantu dengan cara menghibur neneknya yang biasa di panggilnya Maknyak.
Dengan berpakaian ala kadarnya Qohar menyusul mbok Nah,tanpa sarapan terlebih dahulu.Ia mengira nantinya akan pulang pagi-pagi seperti kemarin.letak sawahnya yang jauh dari perkampungan,tak mematahkan semangatnya untuk tetap menyusul neneknya.Waktu demi waktupun terus berjalan,di tengah perjalanan Ia merasakan capek.Biasanya apabila dirinya merasa pegal di kakinya ada yang mau menggendongnya,tapi kali ini tak ada yang di mintai untuk mengeluh.Ia pun istirahat sejenak di bawah pohon asem di tepi jalan.Dari kejauhan Ia melihat segerombolan perangkat desa sedang mengukur sawah.Biasanya orang-orang penting macam perangkat desa yang biasanya ogah di sebut sebagai pelayan masyarakat.Membawa serta makanan yang lezat-lezat.Sudah bukan menjadi rahasia lagi jika makanan yang di bawa biasanya ada lauk opor ayam,gulai dan sate.Dilihatnya para perangkat Desa sedang menikmati hidangan.Tak sampai satu jam merekapun kembali ke sawah.
Karena persawahannya begitu luas di hiasi rimbunnya pohon tebu.Sehingga apabila sisa-sisa makanan dimakan tak akan ada yang tahu kecuali Allah.Qohar dengan sigap merayap menuju letak makanan dan buah-buahan itu berada.Makanan-makanan itu sengaja ditinggal,lalu mereka kembali membagi tugas mengukur persawahan.
Qohar makan dengan santai tanpa takut ada yang melihatnya.Karena tak satupun petugas yang terlihat.Setelah kenyang,tak lupa Ia ambil serantang nasi beserta ayam goreng dan buah-buahan,sebagai oleh-oleh kepada neneknya terkasih.
Sesampainya di dekat persawahan,Ia melihat neneknya tengah membungkuk menyiangi rumput sambil sesekali berdiri.Sembari menghilangkan rasa pegal-pegal.Sawah mbok Nah yang hanya tinggal beberapa petak,sengaja di tanami berbagai macam tanaman.Qohar sendiri seringkali di ingatkan mbok Nah,agar selalu merawat dan memelihara tanaman.Syukur-syukur mau menanam apa saja yang bisa mendatangkan manfaat, seperti kacang panjang, kangkung, lembayung secara intens dan bergiliran. Bila sudah tidak produktif segera di ganti,begitu seterusnya.Mbok Nah dalam mensiati hidupnya.
Dengan mengendap-endap di bawah pohon ketela Qohar mencoba untuk mengelabuhi Mbok Nah dan membuatnya kaget. Tetapi hari itu agaknya nasib baik tidak memihak kepada Qohar. Sebelum rencana miringnya terlaksana, Mbok Nah terlebih dahulu tahu rencana cucu kesangannya ini karena hampir tiap hari Ia di buatnya kaget
.Sambil membungkuk menyiangi rumput. Mbok Nah melirik cucu kesangannya.Qohar menghelai nafas panjang-panjang hingga kemudian memuntahkan suara sekeras-kerasnya
”Darrr !!!.”
Seketika itu juga Mbok Nah terjatuh pingsan. Kali ini Mbok Nah mencoba membalas kenakalan Qohar.Dengan berpura-pura pingsan di depan Qohar.
”Maknyak !! maknyak kenapa ?.bangun maknyak.”Qohar menangis tersedu-sedu.
Sambil menangis sesenggukan Ia berujar seraya berjanji tak akan mengulangi lagi perbuatan konyolnya itu hingga membuatnya jatuh pingsan..Qohar yang masih polos,tak tau harus bagaimana.Sedangkan mbok Nah masih melanjutkan aktingnya.tanpa mempedulikan tangisan Qohar yang terus memelas.
”Maknyak ! bangun maknyak!!.jangan mati maknyak!.saya nanti hidup dengan siapa?.”
”Maknyak .Qohar bawa makanan dan buah-buahan.jangan mati maknyak!!.”
Seketika itu juga mbok Nah langsung terbangun dan berkata.
”Maknyak lapar cucuku?.”
”Lapar segala kayak manusia.”celetuknya sambil menangis,dan menitikkan bulir-bulir air mata lalu kemudian senyumnya mengembang menghiasi wajah culunnya.
Kali ini Qohar tak ingin kehilangan mbok Nah kesayangannya,hingga kedua kalinya.Iapun menyuapi mbok Nah dengan setulus hati,hingga kenyang.Setelah kenyang mbok Nah baru teringat,jika dirinya tadi pagi tidak merasa membuat masakan ayam goreng maupun gulai.
”Lhoo kamu tadi pagi aku buatkan terong goreng sama pecelan oyong..kok bisa jadi ayam??.”selidiknya dengan penuh penasaran.
”Kamu mulai belajar mencuri??.”
”Nggak maknyak !.itu tadi saya menemukannya di jalanan.mungkin itu buangan dari orang kaya yang melintas.”
Alasan tersebut agak logis,karena memang di kampungnya terdapat jalan raya lintas Provinsi yang membelah perkampungan.
Merekapun pulang.Sampai dirumah,mbok Nah langsung menanak nasi.Diluar Qohar sedang asyik bermain Egrang.Mainan kuno yang cukup menantang, sanggup memacu adrenalin lebih kencang.Qohar dalam bermain egrang bisa betah berlama-lama.Sesuai karakternya yang sangat menyukai tantangan. Setelah bosan bermain egrang.Qohar mencoba tantangan baru.Ia ingin neneknya bingung dan panik dibuatnya. Ia segera pergi ke kamar dan mengendap-endap masuk ke kolong tempat tidurnya. Cukup lama ia sembunyi, hingga akhirnya Qohar tertidur di bawah kolong tempat tidur.
Usai memasak, neneknya mencari cucu kesayangannya.Seluruh isi rumah telah di periksa, namun belum juga ditemukan. Neneknya mengira, Qohar pergi kesungai seperti biasanya,untuk mandi.bersama teman-teman sebayanya. Di sungai ternyata juga tidak di ketemukan. Tanpa terasa bulir-bulir air matanya terus menetes dari kelopak matanya yang cekung dan keriput. Selama ini kedua bola matanya jarang basah oleh airmata. Matanya yang terlihat kering keriput hanya bisa meneteskan air mata dikala berdo’a di tengah malam.Selebihnya jarang sekali menangis. Di bulan-bulan tertentu mbok Nah memang menangis.Tetapi itu terjadi lantaran teringat saat-saat melahirkan sang buah hati.Merawat,dan membesarkan anak,tapi setelah dewasa tak ada juntrungannya.dimana tempat tinggalnya.
Hidupnya yang begitu tegar, setegar batu karang.Tak terlepas dari peran suaminya ..Ilmu siasat yang diwariskan kang Karta, Suaminya. Membuatnya tak pernah kekurangan di dalam hidupnya, meskipun harus membiayai kebutuhan hidup seorang diri.
Kang Karta meninggal dunia karena terjatuh dari pohon kelapa. Dengan posisi kepalanya dibawah.Menyerupai orang yang sedang bersujud. Tinggallah mbok nah sendiri di dalam mengasuh anak-anaknya. Tak kurang, mbok nah di dalam mencurahkan kasih sayangnya, kepada tiga orang putrinya. Akan tetapi setelah dewasa, satu-persatu tiga putrinya pergi meninggalkannya.Entah kemana. Mengikuti keinginan hati nurani masing-masing. Hanya Dewi Juariyah, putri bungsunya yang diketahui keberadaanya.
Sebelum pergi dari rumah, Juariyah diketahui berpacaran dengan Arman, yang tidak lain adalah tetangga Desa. Akhirnya mbok nah melakukan berbagai upaya agar Juariyah mau pulang kembali ke rumah. Karena hanya Juariyah satu-satunya anak yang diketahui keberadaannya.Tapi Juariyah bersikeras ingin tetap tinggal di rumah saroh,budenya.Saudara kandung mbok Nah.
Dengan kesadarannya sendiri, akhirnya Juariyah kembali pulang,berkumpul bersama mbok Nah. Hanya berselang dua minggu kemudian, mbok Nah menikahkan putrinya,dewi Juariyah dengan Arman subagio.Belum genap satu bulan, mulai terlihat diantara keduanya,ketidakharmonisan.Arman yang selama ini di anggap sebagai lelaki sejati.Ternyata seperti anak kecil yang tidak tau tanggung jawab sebagai seorang suami.. Mencari nafkah,buat istri dan keluarganya. Ia masih tetap menyandang status sebagai lelaki pengangguran. Kerjanya hanya nongkrong di pinggir jalan, tidur, lalu dengan santainya meminta jatah uang kepada Mertua untuk membeli rokok.Seperti orang yang tidak punya muka.Hampir setiap hari menantu brengsek itu meminta jatah uang.
Bosan harus hidup bersama suami pengangguran, Juariyah ingin pergi jauh untuk mengasingkan diri. Hingga akhirnya Juariyah memilih ingin bekerja sebagai TKI.
Mulanya Juariyah ingin bekerja sebagai TKI secepatnya. Namun mbok Nah melarangnya.Kecuali apabila sudah memberikannya seorang cucu. Juariyah pun menyanggupinya. Juariyah ngotot pengen jadi TKI, lantaran ingin mengubah nasib. Suaminya kang Arman yang pengangguran,tak bertanggung jawab sama sekali dan sudah tidak bisa di andalkan .Juariyah menyebut suaminya dengan sebutan lelaki tempe busuk.Walau demikian Ia akan tetap berusaha mempertahankan rumah tangganya demi mbok Nah,Ibu yang selama ini telah membesarkannya.meski harus makan hati dan terus-terusan menelan pil pahit kehidupan.Dengan di warnai pertengkaran,cumbu rayu,nafsu dan amarah.Bercampur cinta dan ketulusan.Juariyah pun hamil.
Usai melahirkan, selang kurang lebih delapan bulan kemudian.Juariyah diijinkan mbok Nah untuk mengadu nasib menjadi TKI.. Akhirnya Juariyah pergi meninggalkan tanah kelahirannya, diiringi tangis dari mbok Nah.Juariyah pergi hanya membawa bekal uang puluhan ribu.Selebihnya dengan modal nekat.Dari pihak penyalur menjanjikan akan menggratiskan biaya transportasi.Dengan sistem potong gaji.Tanpa pikir panjang Juariyah menyetujuinya.
Setelah kepergian Juariyah mbok Nah mensiasati tangisan Qohar kecil.Dengan merelakan puting susunya yang telah keriput di makan usia.Untuk di jadikan pengganti ASI. Walau pada hakikatnya sudah tidak bisa keluar air susu setetespun.Tetapi agaknya telah membuat Qohar terhibur
Dan kini cucu satu-satunya yang sanantiasa di cintainya,Hilang entah kemana. Ia telah mencoba bertanya para tetangga, tetapi hasilnya nihil.Para tetangga tidak mengetahui keberadaan Qohar.Jalinan silaturrakhim yang terus terjaga dengan para tetangganya membuat banyak para tetangga yang bersimpati. Para tetangga datang silih berganti hingga sore menjelang lalu kemudian satu persatu pamit pulang.
Di saat-saat suasana kembali lengang, pikirannya menjadi buyar, linglung, dan lesu.. Beraneka makanan dan buah-buahan di meja pemberian tetangga, sama sekali tak di sentuhnya.
Ia semakin takut ketika terdengar suara orang yang sedang mencuci piring. Dalam keputus asaan berselimut gundah ia masih saja berharap.dan tetap meyakini bahwa Qohar pasti kembali ke pangkuannya.Rasa khawatir itu tetap bergelayut,dalam pikirannya.Semangat hidupnya dari yang semula menggebu-gebu,kini semakin meredup.Tak ada lagi gairah hidup.Sekujur tubuhnya terasa berat seperti orang yang baru kerja seharian.Tubuhnya yang renta semakin lemas tak berdaya.Dia yang sekuat baja itupun akhirnya pasrah kepada yang kuasa.Ia mencoba berdiri dan berjalan menuju dapur hendak mengambil air wudzu.Alangkah terkejutnya mbok Nah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar anda sangat berarti bagiku.meski kau hina sekalipun